Minggu, 24 April 2016

Adisty

  
Adisty adalah seorang gadis yang saat ini sedang duduk di bangku  SMA. Saat ini Disty yang sudah menyelesaikan ujian nasional sedang sibuk memikirkan masa depan, apakah dia akan bekerja atau kuliah. Disty pun berkeinginan kuat untuk bekerja. Di satu sisi kedua orang tua Disty mengarahkan Disty untuk kuliah, seperti kedua kakaknya yang lain. Kedua orang tuanya pun meyakinkan  Disty, kalau mereka masih mampu untuk membiayai kuliah Disty. Di tengah kegalauannya dalam memikirkan masa depannya. Disty pun berusaha untuk menceritakan pengalamannya ini pada Kiki sahabatnya. Disty pun menceritakan perasaan melalui chat. Tapi tak lama Kiki pun membalas chat dari Disty. Ia pun mengatakan kalau esok Kiki mengajak Disty untuk mengobrol di café tempat mereka biasa nongkrong.

Sore itu Disty pun sudah datang lebih awal di café tempat mereka nongkrong. Tak lama kemudian Kiki pun datang dan ia pun langsung menemukan Disty. Disty pun yang melihat sahabatnya telah tiba, segera memanggil pelayan untuk memesan menu yang diinginkan oleh Disty. Tak menunggu lama, coklat panas yang dipesan oleh Kiki pun akhirnya tiba.  Mereka pun kemudian saling megutarakan apa yang menjadi kegalauan mereka. Disty pun kemudian yang memulai pembicaraan tentang perasaanya, Di depan Kiki, Disty menceritakann mengenai perasaan terutama menyangkut masa depannya. Apakah ia harus menuruti keinginan kedua orang tuanya untuk melanjutkan kuliah atau ia harus menuruti keinginannya untuk bekerja. Kiki pun menyarakan Disty agar ia menuruti apa yang menjadi saran dari kedua orang tuanya. Ketika mendengar saran yang dikatakan oleh Kiki, Disty pun menjadi diam sejenak.  Ia pun merenungkan dalam hati kalau apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu ada benarnya juga. Kemudian Disty pun berusaha mengalihkan pembicaraan,dan menanyakan pada Kiki kalau ia juga ingin mengatakan sesuatu pada Disty. Kiki pun sebelumnya terlihat ceria, tiba-tiba air mukanya berubah 180 derajat. Kiki pun kemudian menangis sambil memeluk sahabatnya. Disty pun menjadi bingung ketika sahabat terbaiknya itu menangis. Setelah beberapa saat kemudian Kiki pun merasa sedikit tenang dan menceritakan apa yang membuatnya menangis. Kiki pun akhirnya dengan berat hati menceritakan pada Disty kalau ia harus melanjutkan study di Australia. Mendengar itu, Disty pun tertawa dan ia sendiri ikut senang kalau sahabatnya berhasil kuliah di luar negeri. Kiki pun merasa heran dengan sahabatnya itu. Kiki pun dengan jujur mengatakan kalau ia tidak menceritakan ini pada teman-temannya di sekolah karena ia tidak mau dianggap sombong dan pamer. Kiki sendiri  sebenarnya ingin kuliah di sini saja. Mendengar kegalauan itu, Disty pun mensupport Kiki sahabatnya itu. Dan ia pun juga mengatakan kalau pun mereka terpisah dengan jarak, tapi masih bisa berkomunikasi. Apalagi zaman sekarang apa sih yang nggak ditembus dengan internet. Mendengar kata-kata Disty, Kiki pun yang semula galau dan sedih, akhirnya tersenyum sampai-sampai pipinya pun memerah. Disty pun menanyakan kapan Kiki akan berangkat ke Australia. Kiki pun berkata dengan suara pelan, kalau esok pagi ia akan berangkat ke Australia.  Mendengar itu Disty pun tidak menyangka kalau sahabatnya secepat itu meninggalkannya. Tapi walaupun begitu Disty harus tetap merasa tegar dan kuat di depan Kiki. Di depan Kiki, Disty tetap mensupport sahabat terbaiknya itu.  Sebelum mereka berpisah, Kiki mengeluarkan suatu kado yang diberikan special untuk Disty sahabatnya. Mereka pun kemudian saling berpelukan ketika akan berpisah. Kiki pun berjanji, jikalau liburan semester ia akan pulang berlibur di Indonesia.
Malam harinya Disty pun tidak bisa tidur, ia masih galau memikirkan apa ia harus menerima tawaran kedua orang tuanya untuk melanjutkan kuliah. Di tengah kegalauannya itu, ia berharap agar Tuhan memberinya petunjuk dan jalan terbaik untuknya. 
Esok harinya ketika mereka sedang makan pagi bersama, Disty pun memutuskan untuk mengutarakan niatnya kepada kedua orang tuanya. Disty pun mengatakan kalau selama masa liburannya ia akan berkerja. Tapi nantinya setelah tiga bulan masa liburannya berakhir ia akan fokus melanjutkan kuliah. Mendengar keputusan Disty, kedua orang tuanya pun merasa bangga pada keputusan Disty yang bersikap dewasa. Dan kedua orang mengijinkan Disty, dan  Disty pun mencoba melamar pekerjaan di sebuah penerbit dan percetakan buku. Di sana Disty pun diterima berkerja di tempat itu sebagai editor naskah. Di samping kesibukannya menjadi editor naskah , ia juga mencari informasi mengenai jurusan dan universitas yang ia minati. Ia pun kemudian  memutuskan untuk membicarakan dulu dengan kedua orang tuanya untuk memilih jurusan yang ia minati.
Malam harinya ketika makan malam bersama, Disty pun kemudian mengatakan pada kedua orang tuanya kalau ia sudah memilih jurusan A di universitas B. Mendengar itu kedua orang tuanya mendukung dengan jurusan yang Disty minati, dan akan membiayai kuliahnya. Mendengar itu Disty pun berjanji akan menekuni jurusan yang ia ambil. Mendengar itu kedua orang tuanya merasa senang karena anak mereka sudah bisa berpikir dewasa. Setelah itu Disty pun mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mendafttar di universitas tersebut.
     Esok harinya Disty pun meminta ijin pada atasannya untuk mendaftar kuliah. Disty kemudian segera meuju ke kampus yang dituju. Ketika di dalam bis, Disty pun berharap dalam hati kalau ia bisa diterima dan dapat berkuliah di universitas tersebut. ketika Disty hendak masuk ke ruang pendaftaran tiba-tiba Disty pun ditabrak secara tidak sengaja oleh seorang pria yang sepertinya juga akan mendaftar di kampus itu. Laki-laki itu yang sedang terburu-buru itu, meminta maaf dan membantu Disty merapikan barang-barangnya. Disty pun dengan perasaan kesal, ia pun pergi meninggalkan laki-laki itu.
      Setelah 3 jam Disty selesai mengurus administrasi pendaftaran. Disty pun memutuskan untuk kembali ke kantor. Karena ketika itu jam kerja belum usai. Setelah kurang lebih 15 menit menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang, Disty pun kemudian memutuskan untuk menunggu saja. Di tengah kebosanannya menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang, tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengendarai motor berhenti di hadapannya. Disty pun tidak merasa mengenal lelaki itu.  Ia pun berusaha untuk cuek dengan pria yang berhenti di hadapannya. Pria itu pun kemudian turun dari motornya lalu membuka helm dan maskernya. Ternyata lelaki itu adalah orang yang telah menabraknya tadi ketika di loket pembellian formulir. Disty pun kemudian berusaha untuk cuek dan jual mahal dengan laki-laki itu.  Kemudian laki-laki itu turun dari motornya dan menayakan pada Disty mengapa ia berdiri di situ. Disty pun yang semula berusaha untuk cuek dan jual mahal, akhirnya luluh dan mau berbicara dengan lelaki itu. Mereka berdua pun akhirnya saling berkenalan. Ternyata lelaki itu bernama Kevin, ia juga mengambil jurusan yang sama dengan Disty. Disty pun yang berjabat tangan dengan Kevin, sedikit merasa malu-malu dan merasa senang karena ia sudah bisa mendapatkan teman baru. Setelah mereka saling berkenalan Kevin pun menawarkan diri untuk mengantarkan Disty, kebutulan mereka searah. Sepanjang perjalanan, mereka berdua asyik mengobrol dengan akrab.
Ketika mereka berdua sedang asyik mengobrol diperjalanan. Kevin pun mengajak Disty untuk makan berdua di sebuah café. Disty pun semula menolak ajakan Kevin, tapi apa boleh buat  kalau Kevin yang mengajaknya. Kata Kevin, itung-itung itu membayar kesalahannya tadi pagi ketika sedang mendaftar di kampus. Kevin pun meyuruh Disty untuk memilih lebih dulu menu makanan-minuman yang akan dipesannya. Sambil menunggu makanan mereka tersaji di meja, Kevin menanyakan pada Disty secara lebih, terutama tentang keluarganya. Setelah Disty menceritakan tentang dirinya dan keluarganya, Disty pun bergantian menanyakan tentang keluarga Kevin. Kevin menceritakan tentang keluarganya. Kevin sendiri menceritakan kalau ia di sini sebagai perantau. untuk menambah pengalamannya dalam berkerja. Kedua orang tua Kevin juga masih mampu untuk membiayai kuliaj Kevin, tanpa ia harus susah-susah bekerja untuk mengumpulkan uang.  Mendengar cerita dari Kevin, Disty pun semakin termotivasi untuk bisa seperti itu. Setelah kurang lebih setengah jam mereka berada di café itu. Kevin pun kemudian mengantarkan Disty kembali ke kantornya.
Setelah kurang lebih tiga jam Disty berada di kantor, untuk menyelesaikan editan buku yang akan terbit minggu depan, Disty pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Setibanya  di rumah kedua orang tuanya sedang menonton tv di ruang keluarga. Disty pun yang teerasa lelah dan capek setelah seharian bekerja dan mengurus pendaftaran, tidak langsung menuju ke kamar untuk beristirahat. Ia pun segera menghampiri kedua orang tuanya dan menceritakan bagaimana ia bisa mengurus pendaftaran di kampus. Disty pun juga menceritakan kalau tadi ia juga bertemu dengan teman baru, Kevin namanya.  Disty pun menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Kevin, ia pun juga mengatakan kalau Kevin yang mengantarkannya dari kampus  ke kantor. Mendengar itu orang merasa senang cerita dari Disty. Karena anak mereka sudah bisa mendapatkan teman baru di kampus. Setelah itu Disty pun ijin pada kedua orang tuanya untuk mandi dan segera beristirahat di kamar.
Setelah selesai mandi dan makan  malam, Disty pun memutuskan untuk bersantai dan beristirahat di kamarnya sambil menyelesaikan editan buku yang belum rampung. Ia pun seharian belum sempat membuka hp karena saking banyaknya pekerjaan kantor. Ia pun iseng membuka hp nya dan ternyata Kevin mengirimkan pesan singkat 20 menit yang lalu. Ketika Disty membaca pesan singkat dari Kevin sambil tersenyum sendiri. Tak lama kemudian Disty pun tidak bisa menahan rasa kantuknya.
Tak terasa waktu 3 minggu berlalu dengan begitu cepat. Semua calon mahasiswa baru diwajibkan untuk masuk guna mengikuti pengarahan untuk masa orientasi Senin depan. Pagi itu Disty berangkat ke kampus diantar oleh Kevin. Karena jarak kampus dengan rumahnya sangat jauh, apalagi jika harus ditembuh dengan menggunakan angkutan umum. Tiba di sana mereka tidak terlambat.
 Ketika akan memasuki gedung aula untuk mengikuti pengarahan, Disty pun melihat seorang gadis yang sepertinya ia sedang menuju ke suatu tempat, tapi tidak satu pun orang yang peduli untuk menolongnya. Melihat itu, Disty pun menyuruh Kevin untuk ke aula lebih dulu karena ia ada sesuatu. Tak lama setelah Kevin meninggalkan Disty seorang diri, ia pun segera menghampiri gadis buta itu. Disty pun kemudian menghampiri gadis buta itu, dan menyapanya dengan ramah. Disty pun menanyakan pada gadis buta itu mengapa ia  ada di kampus itu dan sepertinya tampak kebingungan. Dan gadis buta itu mengatakan kalau ia mencari gedung aula untuk mengikuti sosialisasi untuk pengarahan masa orientasi esok Senin. Mendengar itu, Disty pun mengatakan kalau ia juga mengikuti pengarahan di aula. Disty pun menawarkan diri untuk mengantarkan gadis buta itu ke aula. Sebelum mereka berjalan menuju ke aula. Gadis buta itu menyodorkan tangannya dan  mengajak berkenalan dengan Disty. Ternyata gadis buta itu, Lala namanya. Disty pun menyodorkan tangannya pula dan menyapanya pula dengan ramah.
Sambil membantu Lala berjalan menuju ruang aula. Disty pun merasa terinspirasi bisa seperti itu. Disty menyadari dan mengakui kalau Lala mempunyai semangat dan motivasi yang kuat untuk bisa melakukan aktivitas seperti orang normal lain. Walaupun ia sendiri buta. Disty menyadari kalau semangat dan motivasi masih kalah jauh dengan Lala. Lala saja yang dengan kondisi yang buta seperti ia mampu berjuang dan bertahan hidup seorang diri.
Karena menunggu lama, dan Disty pun belum datang ke aula, Kevin pun menjadi cemas. Ia pun kemudian meminta ijin pada kakak senior untuk  ijin keluar sebentar. Kevin pun mencari Disty dimana-mana, tapi Kevin tidak bisa menemukannya. Kevin menutuskan untuk mencari Disty di lantai 2, ia mengira kalau Disty kemungkinan tidak tahu dimana aula, sehingga ia tersesat.   Baru beberapa munuruni tangga menuju lantai 2, Kevin melihat Disty sedang berjalan dengan seseorang. Kevin pun cepat menuruni tangga dan segera menghampiri Disty. Ketika melihat Kevin menghampirinya, Lala pun bertanya dengan siapa Disty sedang berbicara. Disty pun kemudian mengenalkan Kevin pada Lala. Kevin sendiri baru menyadari kalau Lala buta.   Kevin pun menyodorkan tangannya dan bersalaman dengan Lala. Selama berjalan mainaiki tangga menuju aula lantai 3 mereka saling mengobrol dengan  ramah
Setelah kurang lebih satu jam mereka mengikuti pengarahan, akhirnya seminar itu selesai. Disty pun pamit dengan Kevin untuk mengantar Lala pulang sebelum mereka berdua pulang.  Ketika Disty berjalan berdua dengan Lala. Lala mengatakan kalau ia bersyukur karena bisa bertemu dengan teman yang baik dan mau peduli dengannya, seperti Disty dan Kevin. Lala juga meminta maaf jika tadi ia sudah merepotkan.  Disty pun mengatakan, kalau baginya menolong dan membantu orang bukanlah sesuatu yang merepotkan, ia justru merasa senang karena bisa membantu orang lain.

  Sejak saat  itu Kevin, Disty dan Lala menjadi sahabat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar