Selasa, 10 Maret 2015

Alfius Sanjaya


                                                                    Alfius Sanjaya
                                                                 Maria F. Christina

Alfius Sanjaya adalah seorang anak tunggal berketurunan Chinese dan berlatar belakang dari keluarga yang sangat kaya. Ayahnya yang memiliki banyak perusahaan dagang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang memiliki bisnis salon kecantikan yang tersebar di beberapa kota.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar Alfius sudah dimasukkan di sekolah berasrama yang dikelola oleh para biarawan. Hidup doa, semangat bekerja keras, pantang menyerah,sederhana dan mandiri yang dilakukan oleh para biarawan Benediktin. Ternyata cara hidup mereka telah menginspirasi Alfius kecil. Mungkin saat itulah Tuhan mulai memberinya benih panggilan dalam hatinya. Hingga pada suatu hari Alfius kecil bertanya pada seorang biarawan, pembimbing rohaninya. Kata Alfius kecil pada  pembimbingnya, “pastor, kelak kalo Alfius dewasa  apa Alfius bisa menjadi seorang biarawan seperti pastor?” lalu biarawan itu tersenyum mendengar pertanyaan Alfius kecil dan duduk memangkunya. “Alfius anakku, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Berdoalah saja pada Tuhan demi cita-cita panggilanmu. Saya sebagai pembimbing rohanimu merasa  sangat kagum dengan cita-citamu yang begitu mulia itu, walaupun usia mu masih sangat dini 9 tahun. Anakku, kalau Pastor boleh tahu, memang apa yang membuatmu tertarik kelak bercita-cita menjadi biarawan?” Tanya pembimbing rohaninya sambil membelai kepalanya. “ karena Alfius ingin lebih banyak menggunakan waktu untuk berdoa pada Tuhan, buat Alfius Tuhan itu lebih dari sekedar Tuhan, tapi juga menjadi sahabat saat Alfius merasa sendiri dan dimusuhi oleh beberapa teman. Bahkan saat ada beberapa teman  yang mengejek dan mengajak berkelahi aku, aku berusaha untuk tidak membalasnya, karena  Alfius percaya Tuhan telah melihatnya, jadi Alfius cuma serahkan saja sama Tuhan.” Jawab Alfius  yang sangat polos.  “ Alfius anakku, betapa mulianya sifatmu itu, nak. Saya merasa  kagum dengan sikap yang kau tunjukkan pada beberapa  temanmu itu. Jujur, jarang saya menemui anak yang memiliki sifat seperti dirimu. Yang ada justru mereka ikut terpancang emosi lalu membalas dengan berkelahi pula. Anakku, pertahankanlah sifat mu itu dan jadikanlah sikapmu ini contoh untuk teman-temanmu yang lain.” Jelas pastor Michael yang memberi dukungan. Sejak percakapan antara Alfius dengan pastor Michael itu hubungan mereka menjadi akrab seperti ayah dan anak.  
Di sekolah Alfius terkenal menjadi anak yang pendiam, tertutup pada teman-temannya, dan lebih suka menyendiri. Kadang saat tidak ada teman yang mengajaknya bermain, Alfius lebih suka menyendiri di Kapel walaupun hanya sekedar duduk dan melihat-melihat patung. Kadang di kapel itu  pula Alfius sering mencurahkan perasaanya di depan patung Yesus. Banyak dari temannya yang mengejek, karena mereka mengira Alfius tidak waras karena sering berbicara sendiri di depan patung Yesus.Walaupun begitu Alfius tidak terlalu ingin menanggapinya. Baginya semua itu biarlah Tuhan yang mengetahuinya.
   Pada saat liburan akhir semester tiba banyak siswa yang merasa senang, karena mereka pulang ke rumah masing-masing. Tapi moment itu tidak cukup membuat Alfius merasa bahagia. Saat banyak teman-temannya yang dijemput pulang oleh orang tua mereka, ada perasaan iri dalam batin Alfius. Dia pun berharap bisa dijemput pula oleh orang tuanya. Tapi setelah lama menunggu jemputan, ternyata yang menyemputnya adalah sopir pribadi ayahnya. “ lho pak kok papi sama mami ga jemput aku ? padahal aku pengen di jemput papi sama mami seperti teman-temanku yang lain” Tanya Alfius yang merasa sedih dan kecewa pada orang tuanya. “ maaf den, mami sama papi den Alfius sekarang lagi di Singapore, barusan saya nganter mereka ke  Bandara. Tadi kata maminya den Alfius katanya saya suruh jemput den Alfius di asrama buat liburan di rumah.” Jawab sopir itu. Mengetahui hal itu, Alfius merasa sangat kecewa pada orang tuanya. Di saat dirinya sedang pulang untuk liburan dengan keluarga, tapi justru mereka terlalu sibuk dengan urusan bisnis mereka. Bahkan sampai ia berpikir kalau Tuhan memberikan dirinya di keluarga yang salah.
   Saat di rumah pun Alfius merasa tidak bahagia. Karena ia berada dirumah dengan 2 orang pembantunya. Alfius pun merasa sangat jenuh dan kesepian. Memang, banyak orang mengira kalau Alfius hidupnya selalu senang karena segala kebutuhannya dapat terpenuhi dengan cepat, tapi menurutnya  pendapat orang justru terbalik. Alfius merasa kalau dirinya kurang kasih sayang orang tua. Ketika malam tiba Alfius  berada sendiri di kamarnya. Ia sempat berpikir dan membandingkan kalau dirinya lebih merasa nyaman tinggal di asrama yang penuh dengan aturan yang sangat ketat,tapi justru dirinya selalu merasa diperhatikan oleh para pembimbingnya  daripada ia harus liburan sendiri di rumah tanpa kedua orang tuanya.
 Keesokan harinya Alfius keluar dari kamarnya dengan membawa koper berisi pakaian. Lalu tanpa disadari pembantunya mengetahui. “ mau kemana den Alfius, kok pagj-pagi bawa koper?” mendengar itu Alfius pun tiba-tiba terkejut “Aku mau balik ke asrama lagi. Ngomong-ngomong  Pak Bagus dimana ya bi? tolong suruh siapin mobilnya! Bilang kalo saya mau ke asrama lagi” perintah Alfius “tapi den, den Alfius di rumah baru tiga hari, kata nyonya den Alfius mau libur 3 minggu?.” Tanya pembantunya. “saya pengin liburan di asrama aja bi. saya liburan di rumah justru malah ngerasa stress dan kesepian. Lagian mami sama papi juga sibuk dengan urusan kerja mereka sendiri. Mereka uda lupa sama Alfius.” Jelas Alfius..  “den Alfius, kan di rumah ada bibi sama pak Bagus. Kalo maminya den Alfius tau saya bisa dimarahi.”jelas pembantunya yang merasa takut. “ bi, nanti kalo mami sama papi uda pulang bilang aja Alfius uda balik Asrama lagi. Kalo gitu Alfius pamit dulu bi” “ati-ati ya den.”
Sepanjang perjalanan menuju asrama Alfius hanya diam dan merenung. Dalam hati ia terus bertanya-tanya Kenapa Tuhan memberinya orang tua yang sangat sibuk. Bahkan lupa kalo dirinya sedang liburan dan pengen kumpul sama mereka untuk liburan bareng. Alfius pun merasa sangat iri dengan teman-temannya. Karena mereka bisa liburan di rumah bareng orang tua mereka.
Akhirnya Alfius pun sampai di gerbang Asrama. “saya turun di depan sini aja pak!” pinta Alfius. Pak Bagus pun membantu mengeluarkan barang-barangnya. Ketika sedang mengurus kebun belakang,pastor pembimbingnya tiba-tiba melihat lalu datang menghampirinya. “Maaf, ada yang saya bantu?” Tanya pastor Michael. Ketika itu juga pastornya mengetahui kalau tamu yang yang datang adalah Alfius, yang tak lain muridnya sendiri. Tiba-tiba saja Alfius berlari dan memeluk pastornya sambil menangis. “ Alfius anakku, mengapa engkau tiba-tiba menangis?” Tanya sang pastor dengan penuh keheranan. “Alfius ga mau lburan di rumah. Alfius ga mau liburan di rumah.” Teriak Alfius sambil menagis histeris ”maaf pastor, den Alfius mungkin lagi sedih karena ga bisa liburan sama mami-papinya” jelas pak Bagus. “memang kemana orang tua Alfius?” “mereka sedang ada urusan bisnis di  Singapura.” “lalu?” “saya sendiri tidak tahu pasti kapan orang tuanya pulang.” “Kasihan sekali anak ini, Tuhan” kata pastornya dalam hati sambil mengelus-elus kepala Alfius dan memandanginya. “ baiklah pak, saya mengerti. Biar Alfius liburan di asrama saja. Siapa tahu dia di sini bisa lebih tenang.” ”terima kasih banyak pastor. Dan maaf sudah menggangu waktu liburan pastor.” “tidak apa-apa pak, saya senang bisa membantu. Lagipula saya juga sudah menganggap Alfius seperti anak saya sendiri.”   “ kalau begitu saya pamit dulu pastor. Makasih sebelumnya.”  Pak Bagus dan Pastor Michael berjabat tangan. Pak Bagus pun segera menyalakan  mesin mobil lalu pergi.
Ketika itu juga Pastor Michael mengajak Alfius masuk ke kamar sambil menggandeng tangannya. Ketika mereka berjalan menuju kamar, tiba-tiba Alfius berhenti. “pastor,tadi pastor bilang kalo pastor menganggap Alfius seperti anak pastor sendiri. Jadi bolehkah Alfius memanggil pastor dengan sebutan “papa” ?” Mendengar perkataan Alfius langkah Pastor Michael  pun tiba-tiba terhenti. Lalu memeluk Alfius dan berkata, “ anakku, kau boleh memanggil pastor dengan sebutan papa.  Pastor senang mendengar itu. Maksud pastor papa, nak. “ “iya pa. Alfius sayang sama papa. Alfius janji bakal turuti apa kata papa, dan bakal rajin belajar dan bantu papa di asrama.” ”bagus nak, papa senang mendengarnya.”  Pastor Michael merasa senang karena  ia bisa melihat Alfius tersenyum kembali. “kalau begitu kamu makan siang dulu lalu istirahat siang dulu. Nanti sore kamu bantu papa merapikan tanaman di kebun.” “siap pa..”jawab Alfius yang terlihat sangat bersemangat.
Sore harinya sebelum jam 3  Alfius sudah bangun. Dilihatnya kompleks biara yang ada tepat samping asrama masih terlihat sepi . “mungkin papa dan para biarawan yang lain lagi ibadat di kapel.” Pikir Alfius. Alfius pun bergegas menuju ke gudang untuk mengambil semua peralatan. Tak lama kemudian Alfius  melihat para biarawan sudah keluar dari kapel. Pastor Michael  pun segera menyusul Alfius. “anakku, rupanya kau sudah di sini.” “iya dunk, kan aku mau bantu papa..”jawab Alfius yang terlihat sangat bersemangat. Pastor Michael pun mengelus-elus kepala Alfius. Alfius pun mulai bekerja memotong rumput dan mengumpulkan dedaunan seperti yang diperintahkan oleh pastor Michael. Dari jauh Pastor Michael mengamati Alfius. Pastor Michael bertekad akan mendidik Alfius menjadi laki-laki yang dewasa, pekerja keras,tangguh, kuat pendiriannya, mandiri serta takut akan Tuhan. Ia juga berjanji akan menjadi ayah angkat yang baik bagi Alfius. Tanpa disadari saking asyik melamun, ternyata Alfius sudah menyelesaikan tugasnya. “papa, Alfius sudah selesai.”kata Alfius. “Iya nak, bagus.” Entah mengapa pastor Michael menjadi reflex terkejut. “pa, papa kenapa? Papa sakit?” “ Tanya Alfius yang cemas pada papanya. “papa ga papa kok nak, papa hanya melamun.” Jawab pastor Michael “papa yakin? “ “ya. Ya uda kamu mandi dulu. Ntar habis mandi jangan lupa ke kapel ikut papa sama biarawan lain ibadat sore.” ”iya pa.” Alfius  mengangguk lalu bergegas pergi lalu mandi.
Sehabis mandi Alfius dan para biarawan berjalan menuju Kapel. Mereka ibarat para malaikat  surga yang hendak menyanyikan kidung Mazmur bagi Tuhan. Ketika para biarawan lain sedang berdoa, Alfius pun juga turut dengan mereka. Pastor Michael yang berada di bangku terpisah dengan Alfius ternyata dari jauh juga memperhatikannya. Bahkan Pastor Michael mendoakan secara khusus bagi Alfius. “Allah yang Maha Kasih, aku bersyukur padaMu karena kasihMu yang selalu tercurah bagiku. Tuhan, terima kasih karena Engkau sudah memberi kepercayaan padaku untuk merawat dan mendidik Alfius. walaupun aku tahu Tuhan, Alfius bukanlah anak kandung ku sendiri. Tapi aku berjanji akan mendidik dan memperlakukan dia seperti anak ku sendiri. Tuhan, hiburlah dan kuatkanlah selalu Alfius dalam melewati masa-masa sulitnya saat ini. karena ia mesti mengalami kekecewaan pada kedua orang tuanya di saat usianya yang masih terlalu kecil . Semoga aku bisa menjadi peneguh dan penguat bagi Alfius. Tuhan , jagailah selalu Alfius. Agar ia selalu hidup seturut dengan kehendakMu. Amin.”  Doa yang sederhana yang terucap dari hati Pastor Michael.
Ketika malam harinya saat Alfius beranjak tidur ia mengambil foto yang ada di samping tempat  tidurnya. Ia teringat setahun lalu sewaktu liburan bersama keluarganya. Bagi Alfius foto itu adalah kenangan terindah bersama keluarganya. Melihat foto itu Alfius pun tidak sanggup menahan air matanya. Alfius ingin kenangan itu dapat terulang lagi.  Dimata Alfius kedua orang tuanya kini telah melupakannya. Mereka terlalu sibuk dengan urusan bisnis mereka.  Saat itu tiba-tiba ia mendengar seperti ada orang yang membuka pintu kamar asrama. Alfius pun berpura-pura telah tertidur. Ternyata yang masuk ke kamarnya adalah pastor Michael. Pastor Michael mengetahui kalau Alfius belum benar-benar tertidur. “anakku, sebelum kau tidur berdoalah dahulu.”pesan pastor Michael. Alfius pun merasa tidak bisa berpura-pura lagi. Ia pun terbangun lalu duduk. Pastor Michael melihat mata Alfius seperti sembab, ia menduga anak itu habis menangis. Entah kenapa Alfius tiba-tiba langsung memeluk pastor Michael.  “pa, Alfius kangen banget sama mami sama papi. Alfius juga sayang banget sama mereka. Tapi, kenapa mereka sekarang lupa sama Alfius.  kenapa pa? kenapa? Apa mereka uda ga sayang lagi sama Alfius? padahal Alfius pengen banget liburan bareng sama mereka. Jujur pa, sekarang Alfius merasa kecewa banget sama orang tua Alfius. Alfius pun benci sama mereka. ”  tangis Alfius pun tiba-tiba menjadi pecah histeris. Mendengar tangisan dan perkataan Alfius, pastor Michael pun berusaha mengerti apa yang dirasakan anak ini. “anakku, papa mengerti apa yang saat ini kamu rasakan. Meskipun papa tahu ini berat buat kamu. Walaupun mereka begitu sibuk janganlah kamu membenci mereka. Biar bagaimanapun mereka adalah orang tua mu. Mereka bukan tidak sayang  pada mu, tapi mereka sedang mencari uang untuk Alfius kan? Alfius , kalau memang kamu memang benar-benar sayang pada mereka jangan lupa doakan mereka selalu setiap kali kamu berdoa. Supaya Tuhan selalu melindungi mereka. Kamu mengerti kan anak ku?” jelas pastor Michael sambil menghapus air mata dipipi Alfius dan memeluknya. “iya pa.” jawab Alfius yang mengangguk mengerti.
Keesokan harinya sesudah mengikuti misa pagi Alfius mengerjakan tugas hariannya seperti biasa. Dari kejauhan pastor Michael mengamati Alfius. Dimata pastor Michael Alfius adalah anak yang rajin, tekun serta mau bekerja keras.
Sore harinya sesudah ibadat sore, para biarawan seperti biasa berkumpul dalam biara. Mereka saling berbagi pengalaman masing-masing, tak terkecuali Alfius. Dalam sharing dengan biarawan ia mengungkapkan bahwa liburannya kali ini terasa menyenangkan. Karena diisi kegiatan yang bermanfaat. Alfius merasa sangat mensyukuri hal itu. Walaupun ia sendiri juga merasa kecewa. Karena tidak bisa berlibur dengan orang tuanya.
Waktu tiga minggu berjalan terasa sangat cepat. Teman-teman Alfius pun kembali ke asrama. Saat mereka bertemu satu sama lain, mereka saling menceritakan pengalaman liburan mereka. Dalam hati Alfius merasa sangat sedih dan iri pada teman-teman yang lain. Alfius merasa sedih jika ia harus menceritakan pengalaman liburannya di asrama. Saat sedang bermain salah satu teman Alfius datang kepadanya. Gerardo tiba-tiba menanyakan tentang pengalaman liburan Alfius. Alfius pun merasa ragu untuk menceritakan. Ia merasa sangat sedih dan malu. “Alfius, kamu liburan kemarin gimana? Cerita dunk.. Pasti seru nii…” Pancing Gerardo. Alfius pun dengan berat hati ia harus menceritakan. “aku kemarin cuma liburan di asrama.” Jawab Alfius yang merasa sangat lesu. “what??? Apa aku ga salah dengar? Kamu liburan di asrama sama para biarawan di sini? Ohh Alfius, Kasihan sekali kamu..haha memang orang tua mu kemana? Jangan-jangan mereka sudah lupa sama kamu.. ato mungkin mereka uda ga sayang lagi sama ma kamu..haha..” bully Gerardo. Entah apa yang ada dalam pikiran Gerardo sampai-sampai mesti membully Alfius seperti itu. Tiba-tiba emosi Alfius pun mulai tak terkendali. Alfius serasa ingin menampar wajah Gerardo. Perkelahian diantara mereka tidak bisa dihindarkan lagi. Murid-murid yang lain pun juga turut terlibat. Suasana menjadi sangat ribut tak terkendali.  Salah satu murid ada yang melaporkan kejadian ini pada biarawan.   Hal ini membuat  biarawan berusaha melerai mereka. “kalian semua ini ada apa? Kok pada ribut-ribut? “ tanya Pastor Mario. Setelah melihat apa yang terjadi ternyata mendapati Alfius dan Gerardo. Mereka berdua pun akhirnya diminta menghadap kepala sekolah, sedangkan murid yang lain diminta bubar.  Di hadapan kepala sekolah Alfius dan Gerardo diminta memberikan keterangan tentang masalah yang terjadi. Gerardo yang merupakan anak terkenal paling keras kepala dan sering membuat masalah, dia berusaha membela diri tidak bersalah. Alfius yang tergolong anak pendiam dia hanya diam tanpa berusaha membela diri.. “jadi siapa yang menyebabkan keributan tadi?” tanya kepala sekolah yang mulai naik darah. “Alfius pastor. Tadi dia yang mulai duluan. Lalu dia tiba-tiba marah dan mengajak  aku bertengkar.” Jelas Gerardo yang berbohong berusaha membela diri. “Alfius, benar apa yang dikatakan Gerardo?” tanya pastor Stefan. Alfius hanya terdiam, dia tahu kalau Tuhan telah melihat apa yang terjadi pada dirinya.  “Alfiius..??” tanya pastor Stefan sekali lagi. Alfius pun tetap terdiam dan  tidak menjawab. “ tuh kan pastor bener kan Alfius yan melakukannya..” Gerardo, diam dulu. Saya sedang bertanya dengan Alfius.!”  pastor Stefan pun semakin naik darah. “ Alfius, ini  pastor tanya sekali lagi sama kamu untuk yang ketiga kalinya, apa benar kamu yang memulai keributan tadi.?” Tanya pastor Stefan yang semakin naik darah. Alfius pun tetap terdiam. “ baiklah Alfius jika kamu tidak mau menjawab pertanyaan saya  kesimpulannya kamu lah yang memicu perkelahian tadi. Dan sebagai hukuman atas perkelahian tadi. Mulai besok kamu Alfius Sanjaya saya akan memberikan hukuman skorsing buat kamu selama seminggu dan kamu tidak boleh menjalani hukuman itu di asrama.  Dan ini surat panggilan buat orang tuamu. “ keputusan pastor Stefan. Mendengar keputusan pastor Stefan, Alfius hanya bisa tertunduk sedih. Dengan berat hati Alfius keluar ruangan kepala sekolah. Alfius pun merasa takut dan bingung kalau kedua orang tuanya tahu tentang masalah yang menimpa dirinya. Saat berjalan di koridor, Gerardo pun mulai menghina Alfius atas apa yang terjadi pada Alfius. “ hey Alfius, gimana rasanya dapat hukuman skorsing seminggu dari kepala sekolah? Orang tuamu pasti sangat marah kalau mereka tahu kalau tahu kamu di skorsing. Dan mungkin mereka bakalan tambah tidak sayang lagi sama kamu..haha. Alfius kasihan sekali nasibmu.. Makanya lain kali jangan berani ngelawan Gerardo.. ingat itu..!! bye Alfius.. Selamat menikmati skorsingmu..kasihan dech lo Alfius.. haha” ejek Gerardo yang merasa belum puas menghina Alfius. Saat itu pula Alfius masih bisa mengendalikan emosinya. Alfius tidak ingin kejadian tadi siang terulang lagi sehingga menimbulkan masalah baru. Saat Alfius sedang berbenah menyiapkan barang-barangnya,tiba-tiba Pastor Michael datang dan menghampirinya.” Anakku, papa tahu ini semua terjadi bukan semata-mata karena kesalahanmu. Papa juga yakin kamu tidak mungkin memulai ini semua dahulu. Papa tahu  bagaimana watak dan karakter Gerardo. Ia sering membuat masalah di kelas kan. Tapi apapun keputusan kepala sekolah tetap harus kamu laksanakan. Walaupun papa tahu kamu tidak bersalah.” “pa, maafin Alfius karena Alfius sudah ikut membuat keributan tadi. Dan maaf kalau sudah membuat papa malu karena kelakuan Alfius tadi, sampai-sampai harus dipanggil kepala sekolah. Alfius menyesal pa..“ begitulah ungkapan hati Alfius. “Alfius anakku, papa selalu memaafkan kamu. Dan semoga ini menjadi pelajaran berharga buat kamu, agar kelak tidak terulang lagi.” Jawab pastor Michael sambil membelai kepala Alfius. Sementara Alfius sedang berbicara pada pastor Michael, tiba-tiba Ignas salah satu teman Alfius datang dan berkata. “ Alfius, kamu dipanggil lagi ke ruangan kepala sekolah segera.” Kata Ignas. “ emang ada masalah apa lagi?” tanya Alfius yang penasaran dan cemas. “Aku sendiri kurang tahu.” “ok dech Ignas. Makasih iya.” Ignas pun  berjalan keluar meninggalkan Alfius dan pastor Michael. “ pa, kenapa kepala sekolah memanggil Alfius lagi? Memang Alfius salah apa lagi? Alfius takut jangan-jangan kepala sekolah akan memberi hukuman lagi buat aku pa  ” tanya Alfius yang wajah berubah menjadi semakin cemas dan takut. “Anakku, tenangkan dahulu pikiranmu. Jangan cemas dan punya pikiran negative tentang dirimu. Papa tidak tahu kenapa kepala sekolah memanggilmu lagi. pesan papa berdo’alah dahulu sebelum kamu masuk ke ruang kepala sekolah.” Pesan pastor Michael. Saat berjalan menuju ke ruangan kepala sekolah.” Permisi pastor, apa pastor memanggil saya?” tanya Alfius sambil mengetuk pintu ruang kepala sekolah. Masuk ke ruang kepala sekolah Alfius terkejut saat ia melihat Gerardo dan juga beberapa teman yang tadi melihat kejadian itu juga ada di dalam. “iya Alfius, saya  sengaja memanggilmu lagi kemari. Kamu berdiri di sebelah kiri saya.”perintah pastor Stefan. “anak-anak kalian tahu mengapa saya memanggil kalian kemari?”    tanya pastor Stefan. “tidak pastor.” Jawab para murid sambil menggeleng kepala. “ kalian saya kumpulkan di ruangan saya untuk menjelaskan kejadian yang terjadi tadi siang. Menurut keterangan yang saya dapat dari beberapa siswa yang melihat kronologi kejadian tadi, mereka mengatakan kalau pemicu perkelahian itu terletak pada Gerardo. Gerardo lah yang menyebabkan keributan itu. Gerardo mula-mula sengaja bertanya pada Alfius. namun Alfius hanya menjawab singkat. Lalu Gerardo mengejek Alfius karena jawaban singkat itu. Dan akhirnya Alfius pun tidak terima dan terbawa emosi. Mereka pun saling berkelahi.” Jelas pastor Stefan.  Benar begitu kan Gerardo??” mata pastor Stefan menatap tajam Gerardo. “Bukan saya pastor.” Jawab Gerardo yang berusaha berbohong dan terlihat wajahnya sangat pucat..  “Gerardo, jangan berbohong kamu.!! Saya punya bukti rekaman CCTV yang ada di koridor, tempat dimana kamu memulai keributan tadi. Sekarang akui saja kalau memang kamu yang memulainya.! Jelas pastor Stefan yang begitu sangat naik darah. Semua siswa yang ada di ruangan menjadi sangat terdiam dan suasana menjadi sunyi. Mereka hanya menunduk tidak ada yang berani memandang satu sama lain. Gerardo pun akhirnya mengakui perbuatannya.  “Dan sebagai hukuman atas perbuatanmu tadi. Gerardo Arya Atmaja, mulai besok saya beri hukuman skorsing selama 2 minggu dan ada beberapa tugas yang akan saya berikan selama kamu menjalani hukuman. karena tadi kamu juga telah menyangkal tidak mengakui kesalahanmu. Dan satu lagi ini surat panggilan buat orang tuamu.” Jelas pastor Stefan yang bersikap tegas pada Gerardo. Mendengar keputusan pastor Stefan, Gerardo pun merasa terkejut. Gerardo yang semula merasa senang melihat Alfius dihukum. Kini ia sendiri yang  harus menjani hukuman itu.  “Dan kamu Alfius kamu tidak jadi dihukum skorsing. Tapi karena tadi kamu ikut terpancing emosi dengan Gerardo, maka saya tetap akan menghukum kamu walau tidak menjalani skorsing. Dan hukuman kamu adalah membantu pekerjaan para biarawan setelah pulang sekolah selama 2 minggu.” Jelas pastor Stefan yang berusaha bijaksana. Pastor Stefan pun akhirnya menyuruh Gerardo bersalaman meminta maaf dan berdamai dengan Alfius. “anak-anak yang lain silahkan kalian boleh keluar. Dan kamu Gerardo tetap di ruangan saya sampai orang tuamu datang, saya ingin bicara dengan mereka.” Anak-anak yang lain satu per satu mereka keluar meninggalkan ruang kepala sekolah. Alfius pun merasa bersyukur karena ia tidak jadi di skorsing, walaupun begitu ia tetap harus menjalani hukuman dari kepala sekolah. Alfius pun segera mencari pastor Michael dan ingin segera menceritakan kalau dia tidak jadi menjalani skorsing. Saat bertemu dengan pastor Michael, Alfius langsung memeluk pastor Michael dengan senang. “papa, puji Tuhan Alfius ga jadi dihukum skorsing sama kepala sekolah. Justru sebaliknya Gerardo, dia diskorsing selama 2  minggu. Walaupan begitu Alfius tetap dapat hukuman dari kepala sekolah karena ikut terpancing pada Gerardo. Tapi hukumannya ga berat koq pa. Alfius cuma disuruh bantu pekerjaan para biarawan selepas pulang sekolah. ” Jelas Alfius yang  terlihat sangat senang. “Puji Tuhan Anakku, kau tidak jadi dihukum skorsing papa senang mendengarnya, walaupun kamu tetap dihukum. Tapi lakukanlah hukuman itu dengan senang. Dan jangan anggap itu sebagai beban, karena hal itu bisa memberatkanmu untuk menjalaninya.  Tapi yang terpenting kamu jangan lupa bersyukur pada Tuhan. Karena Dia telah menunjukkan keadilan padamu.” pesan pastor Michael. Alfius pun mengangguk mengerti. Dan ia pun berjalan pergi menuju kapel. Sampai di kapel Alfius pun langsung menuju bangku paling depan. Alfius pun sampil memandang patung Yesus bersama Bunda Maria pelan-pelan ia berusaha menutup matanya. Alfius pun dalam hatinya mengucap syukur atas apa yang terjadi pada dirinya. Terlebih Tuhan telah memberinya pelajaran yang sangat berharga. Sejak kejadian perkelahian itu Alfius selalu berusaha menjaga sikapnya agar tidak jatuh dalam kesalahan yang sama.
Waktu terus berjalan Alfius kecil kini telah tumbuh menjadi remaja yang tangguh dan bertanggung jawab. Kepribadiannya semakin berkembang menjadi pribadi yang dewasa, tekun, dan suka bekerja keras. Dan yang tak kalah penting kemampuan ‘intelektualnya yang menghasilkan banyak prestasi. Hal ini membuat Alfius disenangi oleh teman-temannya sekaligus para biarawan di asrama. Walaupun begitu Alfius tetaplah Alfius, ia tetap bersikap rendah hati apabila orang lain memuji prestasinya. Karena ia sadar kalau keberhasilan yang ia dapat bukan semata-mata karena kerja kerasnya sendiri, tapi yang terpenting Tuhanlah yang juga turut campur tangan dalam semua itu.
Saat akhir pendidikannya di SMA, Alfius mendapat email dari ayahnya untuk melanjutkan studi di bidang ekonomi di suatu universitas swasta terkenal di Amerika. Ayahnya ingin kelak Alfius yang akan meneruskan perusahaan dagang milik ayahnya. Namun Alfius dalam hati merasa berat untuk menerima tawaran ayahnya. Alfius tetap berencana kelak sehabis ia lulus SMA, ia ingin masuk biara. Alfius akhirnya membalas email dari ayahnya dan dengan berat hati ia pun menjelaskan maksud dan keinginannya.
Papi dan mami yang tercinta
Salam rinduku untuk papi dan mami di sana.. setiap orang tua pasti  selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tapi walaupun begitu apa yang diberikan oleh orang tua belum tentu membuat anaknya bahagia menurut sang anak. Karena  menurut sang anak tidaklah sesuai dengan keinginan hatinya. Namun apabila tetap dipaksakan tentu akan membebani pikiran sang anak. Meskipun orang tua tetap bersikeras kalau apa yang mereka berikan baik untuk anaknya. Walaupun mungkin pilihan si anak belum tentu mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Alfius, Alfius bersyukur dan berterima kasih pada papi dan mami yang selalu memberikan yang terbaik untuk Alfius. termasuk memberikan pendidikan  yang terbaik bagi Alfius. walaupun begitu untuk kali ini Alfius tidak bisa  menerima tawaran kalian untuk melanjutkan study di Amerika sesuai keinginan papi dan mami. Karena Alfius mempunyai keinginan dan tekad yang kuat untuk menjadi biarawan. Alfius tahu mungkin papi dan mami akan sulit menerima pilihan ini. Memang secara materi dan hal-hal dunia menjadi biarawan mungkin dianggap serba berkekurangan dan biasa hidup pas-passan. Walaupun begitu hati mereka sangat kaya dengan sikap rendah hati dan semangat melayani, serta sikap yang berpasrah pada Yesus. Itulah yang menginpirasi Alfius untuk bisa menjadi seperti mereka. Dan sebetulnya keinginan Alfius ini sudah tumbuh sejak Alfius dididik oleh para biarawan asrama sampai dengan sekarang ini.  Iya selama 12 tahun ini. Tanpa mengurangi rasa hormat,  Alfius minta maaf apabila tidak bisa menerima tawaran papi dan mami. Alfius berharap mami dan papi bisa mengerti dan menerima keinginan Alfius ini.
Love
Alfius Sanjaya
 Saat menerima surat balasan dari Alfius, kedua orang tuanya terkejut dan tidak bisa menerima apa yang menjadi keinginan Alfius. ayah Alfius ingin tahu apa yang menjadi alasan kuat Alfius memilih hal itu. Dengan segera Ayah Alfius menyuruh seorang sopirnya untuk menjemput paksa Alfius.
Tiba di depan gerbang asrama sopirnya disambut oleh seorang biarawan yang bertugas menerima tamu. Dengan menjelaskan maksud kedatangan, akhirnya biarawan itu mengijinkan untuk menjemput Alfius. biarawan itu menyuruh seorang teman Alfius untuk menyampaikannya pada Alfius. saat itu Alfius sedang bermain sepak bola dengan beberapa temannya. Datanglah Richard yang merupakan salah satu teman sekelasnya dan datang menghampiri. “ Alfius, kamu dipanggil sama bruder Dominic, katanya kamu disuruh ke ruang tamu. Ada orang yang mencari kamu. “ kata Richard. “memangnya siapa ya?” tanya Alfius yang penasaran. “kalau soal itu aku kurang tahu. Oh iya, sudah dulu aku masih ada urusan” Jawab Richard yang segera pergi. “ok dech. Makasih iya Richard…” Alfius pun segera menuju ke ruang tamu menemui bruder Dominic. Saat Alfius sampai di depan ruang tamu, ia melihat bruder Dominic sedang mengobrol dengan seseorang yang bagi Alfius tidaklah asing. Iya ternyata benar, bruder Dominic sedang mengobrol dengan pak Bagus, yang tak lain adalah sopir pribadi ayah Alfius. Alfius pun mengetuk pintu ruang tamu dan berkata, “ permisi bruder Dominic,apa benar  tadi bruder memanggil saya kemari?” tanya Alfius. saat itu juga bruder Dominic dan pak Bagus pun menghentikan pembicaraan mereka. Bruder Dominic pun menoleh ke arah Alfius dan berkata, “iya Alfius tadi saya menyuruh Richard untuk memanggil kamu kemari. Jadi begini ini pak Bagus datang kemari karena permintaan ayahmu untuk menjemput kamu pulang sementara waktu.Dan saya pun sudah mengijinkan kamu untuk pulang.”jelas bruder Dominic. Alfius pun merasa tidak mengerti pada penjelasan bruder Dominic yang mengijinkan dia pulang secara mendadak dan tanpa alasan yang jelas. “tunggu sebentar, Alfius masih belum ngerti kenapa tiba-tiba pak Bagus datang kemari secara mendadak begini dan tanpa alasan yang jelas? Dan kenapa papi nggak ngasih tahu aku dulu?” Tanya Alfius yang juga merasa agak kesal karena harus dijemput paksa. “iya sudah Alfius, sekarang kamu siapkan dulu barang-barangmu. Lalu kalau sudah kamu boleh pulang.”kata bruder Dominic. Alfius pun dengan berat hati berjalan menuju kamarnya. Sepanjang Alfius berjalan menuju kamarnya, ia dalam hati masih bertanya-tanya mengapa ia harus dijemput paksa. Alfius pun akhirnya selesai membereskan barang-barangnya. Saat Alfius keluar dari kamarnya dengan membawa tas berisi pakaian, tidak jauh dari situ Pastor Michael yang sedang berbicara dengan salah satu rekannya, tak sengaja melihat Alfius yang keluar dengan membawa tas. Lalu datang dan menghampiri Alfius, “Anakku, kamu mau kemana? Mengapa kamu keluar kamar dengan membawa tas mu? Dan mengapa wajahmu tampak sedih dan tidak bersemangat begitu?”  Tanya pastor Michael yang penasaran dengan sikap Alfius. Alfius tetap berjalan menuju ruang tamu tanpa menghiraukan pertanyaan pastor Michael. Dari kejauhan pastor Michael memperhatikan Alfius yang berada di ruang tamu dan berpamitan pergi dengan bruder Dominic.
  Alfius pun akhirnya tiba di rumah. Alfius yang merasa agak kesal langsung berjalan menuju kamarnya tanpa mengucapkan salam terlebih dulu. Tanpa ia ketahui ternyata kedua orang tuanya sedang berada di ruang tengah. " oh, jadi ini yang selama ini dajarkan para biarawan disana! Sampai di rumah datang, lalu masuk kamar tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu! Dasar anak kurang ajar! Gak tahu sopan santun!” amarah ayah Alfius mulai memuncak. Alfius pun akhirnya menghentikan langkahnya saat mendengar ayahnya.  “Maaf pi,Alfius nggak tahu kalau di rumah ada papi sama mami.” Jawab Alfius dengan nada yang datar. “Alfius, kamu tahu kenapa Papi sama Mami ada di rumah?? “Tanya ayah Alfius yang kesal dengan kelakuan anaknya.  “papi sama mami pulang karena ingin minta kejelasan tentang balasan email yang kamu kirimkan kemarin.” Jelas ibu Alfius yang berusaha menenangkan keadaan. “   “Maksud kamu apa Alfius? kenapa kamu menolak tawaran untuk kuliah di Amerika?  Kamu tahu selama ini papi sama mami kerja siang malam cari uang supaya kamu bisa kuliah di Amerika!  Kamu harus tahu dan pikirkan itu Alfius, karena kamu adalah satu-satunya penerus dari perusahaan milik keluarga kita! “ jelas Ayah Alfius dengan nada tinggi.  Alfius hanya tertunduk diam.  “Tapi apa jawabanmu kemarin?  Kami tidak menyangka kalau kamu mengecewakan kami dan menolak untuk study di Amerika dan memilih menjadi biarawan! Kata Ayah Alfius dengan nada tinggi lagi. “Kamu tahu Alfius, jadi biarawan itu hidupnya miskin, dan mereka lebih suka melakukan pekerjaan yang dianggap rendah. Mereka saja mau makan sehari-hari susah.” Jelas Ayah Alfius dengan nada sedikit merendahkan. Mendengarkan kata-kata ayahnya yang sedikit merendahkan para biarawan, Alfius merasa sakit hati dan kecewa.  “Mungkin benar kata papi menjadi biarawan itu   secara materi mereka selalu hidup miskin dan serba kekurangan, tapi satu hal yang harus papi tahu menjadi biarawan sebenarnya hidup mereka kaya. Iya batin mereka kaya akan sikap melayani, cinta kasih. Dan satu hal yang harus papi dan mami tahu, selama ini para biarawan di asrama selalu memperhatikan Alfius, dan mereka semua sayang sama Alfius. Alfius merasa bahagia hidup bersama mereka, walaupun secara duniawi hidup mereka miskin. Dan satu hal yang perlu papi tahu, tidak selamanya kebahagiaan itu bisa dibeli dengan uang.“Jelas Alfius yang berusaha meyakinkan kedua orang tuanya. Mendengar jawaban Alfius, kemarahan ayahnya semakin memuncak.  “ Dasar anak kurang ajar! Sekarang kamu sudah pintar menceramahi papi!” kemarahan ayah Alfius tidak bisa terkendali. Ibu Alfius berusaha menenangkan kemarahan suaminya. “Ok,  kalau kamu tidak mau menuruti keinginan kami, mulai besok Papi tidak akan menganggap kamu sebagai anak! Dan jangan harap kamu akan mendapat warisan di keluarga ini, walaupun kamu anak tunggal di sini! Dan sekarang kamu yang harus memilih, melanjutkan kuliah di Amerika atau kamu ingin tetap menjadi biarawan yang miskin! ” kata ayah Alfius yang sangat marah. “Maaf pa, ma, Alfius tidak bisa terima tawaran papi dan mami.  Alfius tetap memilih menjadi biarawan.” Jawab Alfius dengan tegas dan mantap. Plaaakk, akhirnya ayah Alfius menampar pipi anak semata wayangnya itu. “Dasar anak kurang ajar! Kamu itu diberikan yang terbaik sama orang, tapi kamu malah memilih jalan lain, yang jelas-jelas kedepannya kamu akan hidup miskin dan susah.” Alfius pun lalu bergegas ke kamarnya. Sedangkan maminya berusaha menenangkan amarah suaminya. Di dalam kamar Alfius hanya berdiam diri. Dia sangat tidak menyangka kalau orang tuanya akan sangat menentang keiginannya. Untuk mengurangi kegelisahan batinnya, ia memutuskan berdoa di depan salib.
Tuhan Yesus Yang Maha Kasih, Aku bersyukur untuk pelajaran yang Kau berikan saat ini. Walau aku merasa hal ini sangat berat bagiku Tuhan. Tuhan, bantulah aku, lembutkanlah hati kedua orang tuaku supaya mereka mengijinkan aku untuk mengikuti dan melayani Engkau dengan total. Tuhan, aku percaya kuasaMu tak terbatas, dan Engkau pasti selalu punya cara untuk menolongku. Amin.
Tanpa ia sadari ibunya masuk ke kamar dan mendengar doanya itu. Alfius yang selesai berdoa menjadi salah tingkah saat melihat ibunya masuk ke kamarnya. “mami?” Tanya Alfius yang merasa salah tingkah saat melihat ibunya masuk. “Alfius anakku, mami barusan mendengar isi doamu. Mami bisa mengerti perasaanmu kalau kamu berkeinginan keras untuk menjadi biarawan. Tapi mungkin bisa memberikan pertimbangan buat kamu. Allfius,  kamu selama ini di sekolah selalu menjadi juara kelas. Jadi tidak salah kalau papi mu sengaja mendaftarkanmu di Universitas terkenal di Amerika. Kamu pun juga mendapatkan beasiswa selama berada di sana. Dan kelak kalau kamu lulus, kamu lah yang akan meneruskan perusahaan milik keluarga kita.” Jelas mami Alfius. “Maaf mam, Alfius tidak bisa terima tawaran itu. Alfius tetap memilih masuk biara dan menjadi biarawan.” Jawab Alfius yang langsung membaringkan tubuhnya. “oke kalau kamu memang menolak tawaran itu. Tapi yang jelas tiket pesawat untuk berangkat ke sana sudah dan semua kebutuhanmu di sana sudah tersedia. Jadi sekali lagi tolong pikirkan lagi keputusanmu menjadi biarawan!” jelas mami Alfius yang lalu keluar dari kamarnya. Alfius merasa galau karena kedua orang tuanya tidak menginjinkan dia menjadi biarawan. Ia mengambil handphone lalu ia memutuskan menceritakan semua yang terjadi pada pastor Michael melalui pesan singkat.
Malam pa,  maafkan Alfius karena tadi siang buru-buru pergi dari asrama tanpa Alfius cerita dulu sama papa. Pa, entah kenapa Alfius malam ini tidak bisa tidur, mungkin Alfius masih teringat dengan paksaan Papi Alfius. Iya tadi siang Alfius terpaksa pulang karena Papi marah ketika membaca balasan email Alfius kemarin.Karena kemarin balasan email Alfius menolak tawaran papi untuk lanjutkan kuliah di Amerika, dengan alasan Alfius ingin menjadi biarawan. Bahkan mami juga turut membujuk Alfius supaya menuruti keinginan papi, tapi Alfius tetap tidak bisa. Bagi Alfius ini semua adalah tantangan dari sebuah panggilan. Walaupun ada banyak orang yang berusaha membujuk Alfius untuk terima tawaran papi, tapi Alfius tetap bertahan pada keinginan Alfius menjadi biarawan. Pa, Alfius minta doanya supaya Tuhan bisa meluluhkan hati kedua orang tua Alfius. Salam. Gbu
Beberapa menit kemudian Alfius mendapatkan sms balasan dari pastor Michael.
“Malam anakku, papa mengerti apa yang saat ini kamu rasakan. Anakku, mungkin saran kecil dari papa, tolong pertimbangkan lagi keinginanmu untuk menjadi biarawan dan keinginan papi mu untuk study di Amerika. Dan jangan terburu-buru mengambil keputusan. Karena  dulu rekan papa juga ada yang memiliki pengalaman yang serupa denganmu. Tapi toh juga akhirnya ia gagal menjadi biarawan karena tidak mendapat restu dari orang tuanya. Sekali lagi pesan papa pertimbangkan lagi nak keputusanmu. Dan tetaplah berdoa, karena tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Papa di sini selalu mendoakanmu sebelum kamu memintanya, anakku. Salam. Tuhan Memberkatimu.” Balas pastor Michael
Semalaman Alfius pun tidak bisa tidur, karena ia masih terngiang-ngiang dengan perkataan papinya. Dalam pikiran Alfius muncul sebuah pikiran, ia ingin kabur dari rumah dan kembali ke asrama. Alfius pun keluar dari kamar untuk memastikan keadaan aman. Alfius pun keluar sambil melihat keadaan sekitar rumah untuk memastikan semua orang di rumah sudah tertidur. Saat keadaan aman Alfius keluar dengan membawa tas dan kopornya. Saat itu juga tanpa ia sadari ternyata bi Inah keluar dari kamarnya dan munuju ke dapur. Dan akhirnya memergoki Alfius sambil menepuk pundaknya, “ den Alfius mau kemana malam-malam begini sambil membawa kopor?” Alfius pun terkejut pada bi Inah, “ssstttt, bi, Alfius mau kembali ke asrama lagi.” Jelas Alfius dengan nada pelan. “Tapi den, malam-malam begini? Tapi den?” Tanya bi inah yang merasa takut  “Alfius minta tolong jangan kasih tahu mami dan papi. Iya`sudah bi, Alfius buru-buru. Taksinya sudah nunggu di depan.” Jawab Alfius dengan tergesa-gesa.  Bi Inah akhirnya membantu Alfius membuka pintu rumah. “Ati-ati ya den.” Kata Bi Inah.
Sepenjang perjalanan di dalam taksi Alfius hanya diam dan merenungkan tindakan yang telah dilakukannya. “Ma, Pa, maafkan aku. Alfius terpaksa kabur dari rumah. Alfius terpaksa melakukan ini.” Kata Alfius dalam hati, dan ia juga meneteskan air mata. Setengah jam kemudian Alfius tiba di gerbang asrama. Waktu menunjukkan pukul 1 malam. Suasana malam itu terasa sangat sepi, yang terdengar hanyalah suara anjing-anjing penjaga asrama. Alfius memutuskan untuk tetap menunggu di depan gerbang asrama, hingga datangnya pagi. Udara dingin malam itu membuat Alfius tertidur tanpa selimut yang hangat.
Esok harinya kepala Alfius merasa sangat pusing, dan ia merasa sudah berada di suatu ruangan yang kental dengan bau obat-obatan. Dan dengan pengelihatan yang terlihat kabur dan kepala yang sangat pusing, dia melihat ada seseorang yang duduk di samping tempat tidurnya. “ ini dimana?” Tanya Alfius yang dengan memegang kepalanya yang merasa sangat pusing. “Alfius anakku, kamu di rumah sakit. Tadi pagi kamu ditemukan pingsan dan suhu tubuhmu demam, maka dari itu kami membawa kamu ke rumah sakit.” Kata pastor Michael sambil membelai kepala Alfius. “sekarang kamu istirahat saja, nak.” Kata pastor Michael dan membantu Alfius untuk membaringkan tubuhnya. Baru sebentar Alfius berusaha memenjamkan matanya, terdengar suara ribut dari luar kamarnya. Dan saat itu juga suara memecah keheningan suasana sepi di rumah sakit. tanpa disadari kedua orang tua Alfius akhirnya mengetahui Alfius masuk rumah sakit. dan dengan ekspresi yang sangat marah ayah Alfius masuk ke kamar itu, dan memaksa Alfius untuk pulang.”Alfius, kamu ini apa-apaan? Semalaman kamu sengaja melarikan diri dari rumah? Maksud kamu apa?  Apa menurut kamu semua fasilitas di rumah kurang lengkap? Sehingga kamu memilih tinggal di asrama yang sangat sederhana, sumpek, kecil, tidak ber-AC? Atau jangan-jangan kamu kena pengaruh orang berjubah ini..”kata ayah Alfius yang sedikit merendahkan, sambil melirik dengan sinis ke arah pastor Michael. Pastor Michael pun berusaha menenangkan keadaan, “maaf pak Alvin, bukannya saya mau ikut campur urusan bapak dengan Alfius. Tapi saat ini Alfius sedang butuh lebih banyak istirahat.” Jelas pastor Michael.  Melihat ayahnya yang cenderung menyalahkan pastor Michael, Alfius pun akhirnya berusaha menghentikan. “papi, Alfius mohon jangan menyalahkan pastor Michael. Pastor Michael tidak salah. Ini semua  karena salah Alfius. Alfius sengaja kabur dari rumah semalam. Sampai akhirnya Alfius terpaksa menunggu dan tidur di luar gerbang. Hingga akhirnya Alfius sakit dan dirawat rumah sakit. jadi, tolong papi jangan menyalahkan pastor Michael.” Kata Alfius yang menangis meminta maaf dan turun dari tempat tidurnya sambil memohon pada ayahnya. Melihat Alfius tersungkur di bawah kakinya. Ayahnya pun meninggalkan anaknya itu lalu keluar. Ibu Alfius mencoba menyusul suaminya keluar. Melihat kejadian itu pastor Michael pun berusaha untuk menenangkan pikiran Alfius. “sudahlah anakku, sebaiknya kamu istirahat saja. Kamu harus lebih banyak istirahat.” Pinta pastor Michael. “ Tapi pastor Alfius ingin minta maaf sama papi dan menjelaskan semuanya  kalau ini semua ulah Alfius. Alfius nggak mau kalau papi terus menerus menyalahkan pastor.” Kata Alfius dengan sedih. “ sudahlah anakku, kamu ini lelah harus lebih banyak istirahat.” Kata pastor Michael yang berusaha mengalihkan pikiran Alfius sambil membantu Alfius kembali ke tempat tidurnya. Alfius pun perlahan-lahan akhirnya tertidur.
        Dan di luar sana Ayah Alfius merasa bersalah sudah bersikap sangat  keras pada anak semata wayangnya itu. Padahal selama ini ia dan istrinya jarang berada di rumah untuk memberikan perhatian dan kasih sayang pada Alfius. “Ma, ini semua salah papi selama ini papi sibuk dengan urusan bisnis sampai-sampai papi lupa memberikan kasih sayang pada Alfius. Ma, maafin papi ya. Mulai sekarang papi janji akan tolak ketemu client pada akhir pekan ataupun hari libur. Jadi kita sekeluarga bisa ngumpul di rumah. ” Kata papi Alfius yang merasa menyesal. “pa, mami juga begitu. Mami lebih sibuk dengan urusan bisnis mami sendiri, sampai-sampai lupa tanggung jawab mami sebagai seorang ibu. Mulai sekarang mami janji akan menutup salon pada akhir pekan. Karena ternyata keluarga kita jauh lebih penting daripada uang yang selama ini kita cari.” Kata mami Alfius sambil menggenggam tangan suaminya.
  Di dalam kamar Alfius sedang tertidur sambil ditemani pastor Michael yang duduk di sampan tempat tidurnya. Sambil memandang wajah Alfius dan menggenggam tangannya pastor Michael pun mendoakan anak itu, “ Tuhan yang maha kasih, terima kasih karena Engkau sampai saat ini masih mempercayakan anak ini untuk aku didik menjadi pribadi yang mandiri, tangguh, dan tanggung jawab. Bahkan sampai menjelang akhir pendidikannya di sekolah ini. Tuhan, kuatkanlah dan hiburlah  dia  terutama dalam menghadapi saat-saat sulitnya seperti sekarang ini. Persatukanlah kembali keluarganya, agar mereka bisa bersatu dan bisa meneladan keluarga kudus Nazaret. Amin.”  Setelah itu pastor Michael meninggalkan Alfius yang sedang tertidur. Saat keluar dari kamar pastor Michael melihat orang tua Alfius yang menunggu di luar. “pak, bu silahkan masuk, tapi Alfiusnya sedang istirahat.” Kata pastor Michael. “maaf pastor, saya dan istri mau bisa bicara  dengan pastor bisa?” Tanya pak Alvin. “ bisa pak, bu dengan senang hati, tapi jangan di sini Alfius butuh banyak istirahat.” “kalau begitu kita bicara di kantin rumah sakit saja.” Kata ibu Alfius.
Setelah memesan makanan dan minuman, mereka pun sampai pada maksud pembicaraan mereka.  “Sebelumnya saya minta maaf pastor atas sikap saya tadi yang cenderung sangat emosional pada Alfius. Dan juga karena kelancangan saya yang cenderung menyalahkan pastor. Padahal saya baru sadar kalau pastor sudah sangat berperan besar pada perkembangan Alfius selama ini. Saya dan istri merasa sangat menyesal karena sudah menelantarkan Alfius dan terlalu sibuk dengan urusan bisnis kami. Saya juga merasa bersalah karena sudah terlalu memaksakan Alfius untuk menuruti kemauan kami untuk melanjutkan study di Amerika. Dan kami berdua sapakat untuk kalau kami akan mendukung keinginan Alfius untuk masuk biara mengikuti jejak pastor. Saya dan istri mengucapkan banyak terima kasih karena  pastor sudah bersedia mendidik dan membesarkan Alfius. Tapi saya takut kalau Alfius tidak mau memaafkan kami.” Kata Ayah Alfius.  Pastor Michael merasa sangat senang dan bersyukur sekali mendengar hal itu. “pak, bu, tentang kejadian pagi tidak usah terlalu dipermasalahkan.  Saya merasa sangat bersyukur dan senang mendengar pernyataan bapak tadi. Tenang saja pak, bu, nanti saya akan coba bantu bicara pelan-pelan dengan Alfius. Saya  yakin Alfius pasti mau memaafkan bapak dan ibu, karena Alfius itu anaknya tulus. Dan saya percaya Alfius pasti akan senang mendengar hal ini. Apalagi kalau bapak dan ibu sudah mengijinkan dia untuk masuk biara.” Kata Pastor Michael.

  Saat mereka bertiga kembali ke kamar Alfius, mereka mendapati Alfius masih tertidur, mungkin karena efek obat yang diminumnya. 2 jam kemudian Alfius pun terbangun. Pastor Michael yang juga tertidur di samping Alfius akhirnya ikut terbangun. “ gimana keadaanmu sekarang anakku? Kepalamu masih terasa pusing? Papa panggil dokter ya? “ Tanya pastor Michael sambil memastikan keadaan Alfius. “nggak kok pa, Alfius sudah merasa mendingan kok” kata Afius yang bicaranya masih terbata-bata. Saat itu orang tua Alfius yang tertidur di sofa akhirnya terbangun ketika mengetahui itu. “Alfius anakku, papa mau bicara sesuatu denganmu. Anakku, tadi kedua orang tuamu sudah bicara sama papa. Mereka minta maaf karena tadi sudah membuat keributan kecil. Dan mereka juga minta maaf karena selama ini sudah terlalu sibuk dengan urusan bisnis, sampai-sampai mereka lupa memberikan kasih sayang dan perhatian buat kamu. Jadi maukah kamu memafkan kedua orang tuamu anakku?” jelas pastor Michael. Saat Pastor Michael berkata demikian Alfius melihat kedua orang tuanya berdiri agak jauh di belakang pastor Michael. Tanpa berpikir panjang Alfius pun mengangguk. “Alfius dengan senang hati mau memaafkan mami sama papi.” Kata Alfius sambil tersenyum. Mendengar perkataan Alfius, ibu Alfius terharu meneteskan air mata. Mereka berdua akhirnya memeluk Alfius dengan penuh kasih sayang. “ Anakku, maafkan papi dan mami karena sudah terlalu sibuk dengan urusan bisnis kami sampai-sampai melalaikan tugas kami sebagai orang tua.” Kata papa Alfius sambil mencium kening anak semata wayangnya itu. “ Anakku, ada  satu lagi kabar menggembirakan buat kamu.” Kata Pastor Michael.  “ Kabar apa pa?” Tanya Alfius yang sudah tidak sabar. “ Alfius, papi dan mami sudah membatalkan rencana study mu di Amereka. Dan papi dan mami berjanji akan mendukung penuh keinginanmu masuk biara, mengikuti jejak pastor Michael.” Jelas papi Alfius. “papi dan mami serius?” Tanya Alfius yang merasa tidak menyangka. “iya anakku. Kami akan mendukungmu untuk masuk biara.” Jelas Ayah Alfius sekali lagi. Mendengar itu Alfius dalam hati merasa senang dan bersyukur pada Tuhan. Melihat keluarga Alfius bersatu rukun kembali, pastor Michael juga merasa senang dan bersyukur. Melihat keluarga Alfius bersatu kembali pastor Michael pun tersenyum bahagia. “Terima kasih Tuhan Engkau sudah mempersatukan kembali keluarga ini. Dan mereka juga sudah mengijinkan anak semata wayang mereka untuk mengikuti Engkau secara total.” Kata Pastor Michael dalam hati.                      

2 komentar: