Alfius Sanjaya
Maria F. Christina
Alfius
Sanjaya adalah seorang anak tunggal berketurunan Chinese dan berlatar belakang
dari keluarga yang sangat kaya. Ayahnya yang memiliki banyak perusahaan dagang,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan ibunya hanya seorang ibu
rumah tangga yang memiliki bisnis salon kecantikan yang tersebar di beberapa
kota.
Sejak
duduk di bangku sekolah dasar Alfius sudah dimasukkan di sekolah berasrama yang
dikelola oleh para biarawan. Hidup doa, semangat bekerja keras, pantang
menyerah,sederhana dan mandiri yang dilakukan oleh para biarawan Benediktin. Ternyata
cara hidup mereka telah menginspirasi Alfius kecil. Mungkin saat itulah Tuhan
mulai memberinya benih panggilan dalam hatinya. Hingga pada suatu hari Alfius
kecil bertanya pada seorang biarawan, pembimbing rohaninya. Kata Alfius kecil
pada pembimbingnya, “pastor, kelak kalo
Alfius dewasa apa Alfius bisa menjadi
seorang biarawan seperti pastor?” lalu biarawan itu tersenyum mendengar
pertanyaan Alfius kecil dan duduk memangkunya. “Alfius anakku, tidak ada yang
mustahil bagi Tuhan. Berdoalah saja pada Tuhan demi cita-cita panggilanmu. Saya
sebagai pembimbing rohanimu merasa
sangat kagum dengan cita-citamu yang begitu mulia itu, walaupun usia mu
masih sangat dini 9 tahun. Anakku, kalau Pastor boleh tahu, memang apa yang
membuatmu tertarik kelak bercita-cita menjadi biarawan?” Tanya pembimbing
rohaninya sambil membelai kepalanya. “ karena Alfius ingin lebih banyak
menggunakan waktu untuk berdoa pada Tuhan, buat Alfius Tuhan itu lebih dari sekedar
Tuhan, tapi juga menjadi sahabat saat Alfius merasa sendiri dan dimusuhi oleh
beberapa teman. Bahkan saat ada beberapa teman
yang mengejek dan mengajak berkelahi aku, aku berusaha untuk tidak
membalasnya, karena Alfius percaya Tuhan
telah melihatnya, jadi Alfius cuma serahkan saja sama Tuhan.” Jawab Alfius yang sangat polos. “ Alfius anakku, betapa mulianya sifatmu itu,
nak. Saya merasa kagum dengan sikap yang
kau tunjukkan pada beberapa temanmu itu.
Jujur, jarang saya menemui anak yang memiliki sifat seperti dirimu. Yang ada
justru mereka ikut terpancang emosi lalu membalas dengan berkelahi pula.
Anakku, pertahankanlah sifat mu itu dan jadikanlah sikapmu ini contoh untuk
teman-temanmu yang lain.” Jelas pastor Michael yang memberi dukungan. Sejak
percakapan antara Alfius dengan pastor Michael itu hubungan mereka menjadi
akrab seperti ayah dan anak.
Di
sekolah Alfius terkenal menjadi anak yang pendiam, tertutup pada
teman-temannya, dan lebih suka menyendiri. Kadang saat tidak ada teman yang
mengajaknya bermain, Alfius lebih suka menyendiri di Kapel walaupun hanya
sekedar duduk dan melihat-melihat patung. Kadang di kapel itu pula Alfius sering mencurahkan perasaanya di
depan patung Yesus. Banyak dari temannya yang mengejek, karena mereka mengira
Alfius tidak waras karena sering berbicara sendiri di depan patung Yesus.Walaupun
begitu Alfius tidak terlalu ingin menanggapinya. Baginya semua itu biarlah
Tuhan yang mengetahuinya.
Pada saat liburan akhir semester tiba banyak
siswa yang merasa senang, karena mereka pulang ke rumah masing-masing. Tapi
moment itu tidak cukup membuat Alfius merasa bahagia. Saat banyak
teman-temannya yang dijemput pulang oleh orang tua mereka, ada perasaan iri
dalam batin Alfius. Dia pun berharap bisa dijemput pula oleh orang tuanya. Tapi
setelah lama menunggu jemputan, ternyata yang menyemputnya adalah sopir pribadi
ayahnya. “ lho pak kok papi sama mami ga jemput aku ? padahal aku pengen di
jemput papi sama mami seperti teman-temanku yang lain” Tanya Alfius yang merasa
sedih dan kecewa pada orang tuanya. “ maaf den, mami sama papi den Alfius
sekarang lagi di Singapore, barusan saya nganter mereka ke Bandara. Tadi kata maminya den Alfius katanya
saya suruh jemput den Alfius di asrama buat liburan di rumah.” Jawab sopir itu.
Mengetahui hal itu, Alfius merasa sangat kecewa pada orang tuanya. Di saat
dirinya sedang pulang untuk liburan dengan keluarga, tapi justru mereka terlalu
sibuk dengan urusan bisnis mereka. Bahkan sampai ia berpikir kalau Tuhan
memberikan dirinya di keluarga yang salah.
Saat di rumah pun Alfius merasa tidak
bahagia. Karena ia berada dirumah dengan 2 orang pembantunya. Alfius pun merasa
sangat jenuh dan kesepian. Memang, banyak orang mengira kalau Alfius hidupnya
selalu senang karena segala kebutuhannya dapat terpenuhi dengan cepat, tapi
menurutnya pendapat orang justru
terbalik. Alfius merasa kalau dirinya kurang kasih sayang orang tua. Ketika
malam tiba Alfius berada sendiri di
kamarnya. Ia sempat berpikir dan membandingkan kalau dirinya lebih merasa
nyaman tinggal di asrama yang penuh dengan aturan yang sangat ketat,tapi justru
dirinya selalu merasa diperhatikan oleh para pembimbingnya daripada ia harus liburan sendiri di rumah
tanpa kedua orang tuanya.
Keesokan harinya Alfius keluar dari kamarnya
dengan membawa koper berisi pakaian. Lalu tanpa disadari pembantunya
mengetahui. “ mau kemana den Alfius, kok pagj-pagi bawa koper?” mendengar itu
Alfius pun tiba-tiba terkejut “Aku mau balik ke asrama lagi. Ngomong-ngomong Pak Bagus dimana ya bi? tolong suruh siapin
mobilnya! Bilang kalo saya mau ke asrama lagi” perintah Alfius “tapi den, den
Alfius di rumah baru tiga hari, kata nyonya den Alfius mau libur 3 minggu?.”
Tanya pembantunya. “saya pengin liburan di asrama aja bi. saya liburan di rumah
justru malah ngerasa stress dan kesepian. Lagian mami sama papi juga sibuk
dengan urusan kerja mereka sendiri. Mereka uda lupa sama Alfius.” Jelas
Alfius.. “den Alfius, kan di rumah ada
bibi sama pak Bagus. Kalo maminya den Alfius tau saya bisa dimarahi.”jelas
pembantunya yang merasa takut. “ bi, nanti kalo mami sama papi uda pulang
bilang aja Alfius uda balik Asrama lagi. Kalo gitu Alfius pamit dulu bi” “ati-ati
ya den.”
Sepanjang
perjalanan menuju asrama Alfius hanya diam dan merenung. Dalam hati ia terus
bertanya-tanya Kenapa Tuhan memberinya orang tua yang sangat sibuk. Bahkan lupa
kalo dirinya sedang liburan dan pengen kumpul sama mereka untuk liburan bareng.
Alfius pun merasa sangat iri dengan teman-temannya. Karena mereka bisa liburan
di rumah bareng orang tua mereka.
Akhirnya
Alfius pun sampai di gerbang Asrama. “saya turun di depan sini aja pak!” pinta
Alfius. Pak Bagus pun membantu mengeluarkan barang-barangnya. Ketika sedang
mengurus kebun belakang,pastor pembimbingnya tiba-tiba melihat lalu datang
menghampirinya. “Maaf, ada yang saya bantu?” Tanya pastor Michael. Ketika itu
juga pastornya mengetahui kalau tamu yang yang datang adalah Alfius, yang tak
lain muridnya sendiri. Tiba-tiba saja Alfius berlari dan memeluk pastornya
sambil menangis. “ Alfius anakku, mengapa engkau tiba-tiba menangis?” Tanya
sang pastor dengan penuh keheranan. “Alfius ga mau lburan di rumah. Alfius ga
mau liburan di rumah.” Teriak Alfius sambil menagis histeris ”maaf pastor, den
Alfius mungkin lagi sedih karena ga bisa liburan sama mami-papinya” jelas pak
Bagus. “memang kemana orang tua Alfius?” “mereka sedang ada urusan bisnis di Singapura.” “lalu?” “saya sendiri tidak tahu
pasti kapan orang tuanya pulang.” “Kasihan sekali anak ini, Tuhan” kata
pastornya dalam hati sambil mengelus-elus kepala Alfius dan memandanginya. “
baiklah pak, saya mengerti. Biar Alfius liburan di asrama saja. Siapa tahu dia
di sini bisa lebih tenang.” ”terima kasih banyak pastor. Dan maaf sudah
menggangu waktu liburan pastor.” “tidak apa-apa pak, saya senang bisa membantu.
Lagipula saya juga sudah menganggap Alfius seperti anak saya sendiri.” “ kalau begitu saya pamit dulu pastor.
Makasih sebelumnya.” Pak Bagus dan
Pastor Michael berjabat tangan. Pak Bagus pun segera menyalakan mesin mobil lalu pergi.
Ketika
itu juga Pastor Michael mengajak Alfius masuk ke kamar sambil menggandeng
tangannya. Ketika mereka berjalan menuju kamar, tiba-tiba Alfius berhenti.
“pastor,tadi pastor bilang kalo pastor menganggap Alfius seperti anak pastor
sendiri. Jadi bolehkah Alfius memanggil pastor dengan sebutan “papa” ?”
Mendengar perkataan Alfius langkah Pastor Michael pun tiba-tiba terhenti. Lalu memeluk Alfius
dan berkata, “ anakku, kau boleh memanggil pastor dengan sebutan papa. Pastor senang mendengar itu. Maksud pastor
papa, nak. “ “iya pa. Alfius sayang sama papa. Alfius janji bakal turuti apa
kata papa, dan bakal rajin belajar dan bantu papa di asrama.” ”bagus nak, papa
senang mendengarnya.” Pastor Michael merasa
senang karena ia bisa melihat Alfius
tersenyum kembali. “kalau begitu kamu makan siang dulu lalu istirahat siang
dulu. Nanti sore kamu bantu papa merapikan tanaman di kebun.” “siap pa..”jawab
Alfius yang terlihat sangat bersemangat.
Sore
harinya sebelum jam 3 Alfius sudah
bangun. Dilihatnya kompleks biara yang ada tepat samping asrama masih terlihat
sepi . “mungkin papa dan para biarawan yang lain lagi ibadat di kapel.” Pikir
Alfius. Alfius pun bergegas menuju ke gudang untuk mengambil semua peralatan. Tak
lama kemudian Alfius melihat para
biarawan sudah keluar dari kapel. Pastor Michael pun segera menyusul Alfius. “anakku, rupanya
kau sudah di sini.” “iya dunk, kan aku mau bantu papa..”jawab Alfius yang
terlihat sangat bersemangat. Pastor Michael pun mengelus-elus kepala Alfius. Alfius
pun mulai bekerja memotong rumput dan mengumpulkan dedaunan seperti yang
diperintahkan oleh pastor Michael. Dari jauh Pastor Michael mengamati Alfius.
Pastor Michael bertekad akan mendidik Alfius menjadi laki-laki yang dewasa,
pekerja keras,tangguh, kuat pendiriannya, mandiri serta takut akan Tuhan. Ia
juga berjanji akan menjadi ayah angkat yang baik bagi Alfius. Tanpa disadari
saking asyik melamun, ternyata Alfius sudah menyelesaikan tugasnya. “papa,
Alfius sudah selesai.”kata Alfius. “Iya nak, bagus.” Entah mengapa pastor
Michael menjadi reflex terkejut. “pa, papa kenapa? Papa sakit?” “ Tanya Alfius
yang cemas pada papanya. “papa ga papa kok nak, papa hanya melamun.” Jawab
pastor Michael “papa yakin? “ “ya. Ya uda kamu mandi dulu. Ntar habis mandi
jangan lupa ke kapel ikut papa sama biarawan lain ibadat sore.” ”iya pa.”
Alfius mengangguk lalu bergegas pergi
lalu mandi.
Sehabis
mandi Alfius dan para biarawan berjalan menuju Kapel. Mereka ibarat para
malaikat surga yang hendak menyanyikan
kidung Mazmur bagi Tuhan. Ketika para biarawan lain sedang berdoa, Alfius pun
juga turut dengan mereka. Pastor Michael yang berada di bangku terpisah dengan
Alfius ternyata dari jauh juga memperhatikannya. Bahkan Pastor Michael
mendoakan secara khusus bagi Alfius. “Allah yang Maha Kasih, aku bersyukur
padaMu karena kasihMu yang selalu tercurah bagiku. Tuhan, terima kasih karena
Engkau sudah memberi kepercayaan padaku untuk merawat dan mendidik Alfius. walaupun
aku tahu Tuhan, Alfius bukanlah anak kandung ku sendiri. Tapi aku berjanji akan
mendidik dan memperlakukan dia seperti anak ku sendiri. Tuhan, hiburlah dan
kuatkanlah selalu Alfius dalam melewati masa-masa sulitnya saat ini. karena ia
mesti mengalami kekecewaan pada kedua orang tuanya di saat usianya yang masih
terlalu kecil . Semoga aku bisa menjadi peneguh dan penguat bagi Alfius. Tuhan
, jagailah selalu Alfius. Agar ia selalu hidup seturut dengan kehendakMu.
Amin.” Doa yang sederhana yang terucap
dari hati Pastor Michael.
Ketika
malam harinya saat Alfius beranjak tidur ia mengambil foto yang ada di samping
tempat tidurnya. Ia teringat setahun
lalu sewaktu liburan bersama keluarganya. Bagi Alfius foto itu adalah kenangan
terindah bersama keluarganya. Melihat foto itu Alfius pun tidak sanggup menahan
air matanya. Alfius ingin kenangan itu dapat terulang lagi. Dimata Alfius kedua orang tuanya kini telah
melupakannya. Mereka terlalu sibuk dengan urusan bisnis mereka. Saat itu tiba-tiba ia mendengar seperti ada
orang yang membuka pintu kamar asrama. Alfius pun berpura-pura telah tertidur.
Ternyata yang masuk ke kamarnya adalah pastor Michael. Pastor Michael
mengetahui kalau Alfius belum benar-benar tertidur. “anakku, sebelum kau tidur
berdoalah dahulu.”pesan pastor Michael. Alfius pun merasa tidak bisa
berpura-pura lagi. Ia pun terbangun lalu duduk. Pastor Michael melihat mata
Alfius seperti sembab, ia menduga anak itu habis menangis. Entah kenapa Alfius
tiba-tiba langsung memeluk pastor Michael.
“pa, Alfius kangen banget sama mami sama papi. Alfius juga sayang banget
sama mereka. Tapi, kenapa mereka sekarang lupa sama Alfius. kenapa pa? kenapa? Apa mereka uda ga sayang
lagi sama Alfius? padahal Alfius pengen banget liburan bareng sama mereka.
Jujur pa, sekarang Alfius merasa kecewa banget sama orang tua Alfius. Alfius pun
benci sama mereka. ” tangis Alfius pun
tiba-tiba menjadi pecah histeris. Mendengar tangisan dan perkataan Alfius,
pastor Michael pun berusaha mengerti apa yang dirasakan anak ini. “anakku, papa
mengerti apa yang saat ini kamu rasakan. Meskipun papa tahu ini berat buat
kamu. Walaupun mereka begitu sibuk janganlah kamu membenci mereka. Biar
bagaimanapun mereka adalah orang tua mu. Mereka bukan tidak sayang pada mu, tapi mereka sedang mencari uang
untuk Alfius kan? Alfius , kalau memang kamu memang benar-benar sayang pada
mereka jangan lupa doakan mereka selalu setiap kali kamu berdoa. Supaya Tuhan
selalu melindungi mereka. Kamu mengerti kan anak ku?” jelas pastor Michael
sambil menghapus air mata dipipi Alfius dan memeluknya. “iya pa.” jawab Alfius
yang mengangguk mengerti.
Keesokan
harinya sesudah mengikuti misa pagi Alfius mengerjakan tugas hariannya seperti
biasa. Dari kejauhan pastor Michael mengamati Alfius. Dimata pastor Michael
Alfius adalah anak yang rajin, tekun serta mau bekerja keras.
Sore
harinya sesudah ibadat sore, para biarawan seperti biasa berkumpul dalam biara.
Mereka saling berbagi pengalaman masing-masing, tak terkecuali Alfius. Dalam
sharing dengan biarawan ia mengungkapkan bahwa liburannya kali ini terasa
menyenangkan. Karena diisi kegiatan yang bermanfaat. Alfius merasa sangat
mensyukuri hal itu. Walaupun ia sendiri juga merasa kecewa. Karena tidak bisa
berlibur dengan orang tuanya.
Waktu
tiga minggu berjalan terasa sangat cepat. Teman-teman Alfius pun kembali ke
asrama. Saat mereka bertemu satu sama lain, mereka saling menceritakan
pengalaman liburan mereka. Dalam hati Alfius merasa sangat sedih dan iri pada
teman-teman yang lain. Alfius merasa sedih jika ia harus menceritakan
pengalaman liburannya di asrama. Saat sedang bermain salah satu teman Alfius
datang kepadanya. Gerardo tiba-tiba menanyakan tentang pengalaman liburan
Alfius. Alfius pun merasa ragu untuk menceritakan. Ia merasa sangat sedih dan
malu. “Alfius, kamu liburan kemarin gimana? Cerita dunk.. Pasti seru nii…”
Pancing Gerardo. Alfius pun dengan berat hati ia harus menceritakan. “aku
kemarin cuma liburan di asrama.” Jawab Alfius yang merasa sangat lesu. “what???
Apa aku ga salah dengar? Kamu liburan di asrama sama para biarawan di sini? Ohh
Alfius, Kasihan sekali kamu..haha memang orang tua mu kemana? Jangan-jangan
mereka sudah lupa sama kamu.. ato mungkin mereka uda ga sayang lagi sama ma
kamu..haha..” bully Gerardo. Entah apa yang ada dalam pikiran Gerardo
sampai-sampai mesti membully Alfius seperti itu. Tiba-tiba emosi Alfius pun
mulai tak terkendali. Alfius serasa ingin menampar wajah Gerardo. Perkelahian diantara
mereka tidak bisa dihindarkan lagi. Murid-murid yang lain pun juga turut terlibat.
Suasana menjadi sangat ribut tak terkendali. Salah satu murid ada yang melaporkan kejadian
ini pada biarawan. Hal ini membuat biarawan berusaha melerai mereka. “kalian
semua ini ada apa? Kok pada ribut-ribut? “ tanya Pastor Mario. Setelah melihat
apa yang terjadi ternyata mendapati Alfius dan Gerardo. Mereka berdua pun
akhirnya diminta menghadap kepala sekolah, sedangkan murid yang lain diminta
bubar. Di hadapan kepala sekolah Alfius
dan Gerardo diminta memberikan keterangan tentang masalah yang terjadi. Gerardo
yang merupakan anak terkenal paling keras kepala dan sering membuat masalah,
dia berusaha membela diri tidak bersalah. Alfius yang tergolong anak pendiam
dia hanya diam tanpa berusaha membela diri.. “jadi siapa yang menyebabkan
keributan tadi?” tanya kepala sekolah yang mulai naik darah. “Alfius pastor.
Tadi dia yang mulai duluan. Lalu dia tiba-tiba marah dan mengajak aku bertengkar.” Jelas Gerardo yang berbohong
berusaha membela diri. “Alfius, benar apa yang dikatakan Gerardo?” tanya pastor
Stefan. Alfius hanya terdiam, dia tahu kalau Tuhan telah melihat apa yang
terjadi pada dirinya. “Alfiius..??”
tanya pastor Stefan sekali lagi. Alfius pun tetap terdiam dan tidak menjawab. “ tuh kan pastor bener kan
Alfius yan melakukannya..” Gerardo, diam dulu. Saya sedang bertanya dengan
Alfius.!” pastor Stefan pun semakin naik
darah. “ Alfius, ini pastor tanya sekali
lagi sama kamu untuk yang ketiga kalinya, apa benar kamu yang memulai keributan
tadi.?” Tanya pastor Stefan yang semakin naik darah. Alfius pun tetap terdiam.
“ baiklah Alfius jika kamu tidak mau menjawab pertanyaan saya kesimpulannya kamu lah yang memicu
perkelahian tadi. Dan sebagai hukuman atas perkelahian tadi. Mulai besok kamu
Alfius Sanjaya saya akan memberikan hukuman skorsing buat kamu selama seminggu
dan kamu tidak boleh menjalani hukuman itu di asrama. Dan ini surat panggilan buat orang tuamu. “
keputusan pastor Stefan. Mendengar keputusan pastor Stefan, Alfius hanya bisa
tertunduk sedih. Dengan berat hati Alfius keluar ruangan kepala sekolah. Alfius
pun merasa takut dan bingung kalau kedua orang tuanya tahu tentang masalah yang
menimpa dirinya. Saat berjalan di koridor, Gerardo pun mulai menghina Alfius
atas apa yang terjadi pada Alfius. “ hey Alfius, gimana rasanya dapat hukuman
skorsing seminggu dari kepala sekolah? Orang tuamu pasti sangat marah kalau
mereka tahu kalau tahu kamu di skorsing. Dan mungkin mereka bakalan tambah
tidak sayang lagi sama kamu..haha. Alfius kasihan sekali nasibmu.. Makanya lain
kali jangan berani ngelawan Gerardo.. ingat itu..!! bye Alfius.. Selamat menikmati
skorsingmu..kasihan dech lo Alfius.. haha” ejek Gerardo yang merasa belum puas
menghina Alfius. Saat itu pula Alfius masih bisa mengendalikan emosinya. Alfius
tidak ingin kejadian tadi siang terulang lagi sehingga menimbulkan masalah
baru. Saat Alfius sedang berbenah menyiapkan barang-barangnya,tiba-tiba Pastor
Michael datang dan menghampirinya.” Anakku, papa tahu ini semua terjadi bukan
semata-mata karena kesalahanmu. Papa juga yakin kamu tidak mungkin memulai ini
semua dahulu. Papa tahu bagaimana watak
dan karakter Gerardo. Ia sering membuat masalah di kelas kan. Tapi apapun
keputusan kepala sekolah tetap harus kamu laksanakan. Walaupun papa tahu kamu
tidak bersalah.” “pa, maafin Alfius karena Alfius sudah ikut membuat keributan
tadi. Dan maaf kalau sudah membuat papa malu karena kelakuan Alfius tadi,
sampai-sampai harus dipanggil kepala sekolah. Alfius menyesal pa..“ begitulah
ungkapan hati Alfius. “Alfius anakku, papa selalu memaafkan kamu. Dan semoga
ini menjadi pelajaran berharga buat kamu, agar kelak tidak terulang lagi.”
Jawab pastor Michael sambil membelai kepala Alfius. Sementara Alfius sedang
berbicara pada pastor Michael, tiba-tiba Ignas salah satu teman Alfius datang
dan berkata. “ Alfius, kamu dipanggil lagi ke ruangan kepala sekolah segera.”
Kata Ignas. “ emang ada masalah apa lagi?” tanya Alfius yang penasaran dan
cemas. “Aku sendiri kurang tahu.” “ok dech Ignas. Makasih iya.” Ignas pun berjalan keluar meninggalkan Alfius dan
pastor Michael. “ pa, kenapa kepala sekolah memanggil Alfius lagi? Memang
Alfius salah apa lagi? Alfius takut jangan-jangan kepala sekolah akan memberi
hukuman lagi buat aku pa ” tanya Alfius
yang wajah berubah menjadi semakin cemas dan takut. “Anakku, tenangkan dahulu
pikiranmu. Jangan cemas dan punya pikiran negative tentang dirimu. Papa tidak
tahu kenapa kepala sekolah memanggilmu lagi. pesan papa berdo’alah dahulu
sebelum kamu masuk ke ruang kepala sekolah.” Pesan pastor Michael. Saat
berjalan menuju ke ruangan kepala sekolah.” Permisi pastor, apa pastor
memanggil saya?” tanya Alfius sambil mengetuk pintu ruang kepala sekolah. Masuk
ke ruang kepala sekolah Alfius terkejut saat ia melihat Gerardo dan juga
beberapa teman yang tadi melihat kejadian itu juga ada di dalam. “iya Alfius,
saya sengaja memanggilmu lagi kemari.
Kamu berdiri di sebelah kiri saya.”perintah pastor Stefan. “anak-anak kalian
tahu mengapa saya memanggil kalian kemari?” tanya pastor Stefan. “tidak pastor.” Jawab
para murid sambil menggeleng kepala. “ kalian saya kumpulkan di ruangan saya
untuk menjelaskan kejadian yang terjadi tadi siang. Menurut keterangan yang
saya dapat dari beberapa siswa yang melihat kronologi kejadian tadi, mereka
mengatakan kalau pemicu perkelahian itu terletak pada Gerardo. Gerardo lah yang
menyebabkan keributan itu. Gerardo mula-mula sengaja bertanya pada Alfius.
namun Alfius hanya menjawab singkat. Lalu Gerardo mengejek Alfius karena
jawaban singkat itu. Dan akhirnya Alfius pun tidak terima dan terbawa emosi.
Mereka pun saling berkelahi.” Jelas pastor Stefan. Benar begitu kan Gerardo??” mata pastor
Stefan menatap tajam Gerardo. “Bukan saya pastor.” Jawab Gerardo yang berusaha
berbohong dan terlihat wajahnya sangat pucat..
“Gerardo, jangan berbohong kamu.!! Saya punya bukti rekaman CCTV yang
ada di koridor, tempat dimana kamu memulai keributan tadi. Sekarang akui saja
kalau memang kamu yang memulainya.! Jelas pastor Stefan yang begitu sangat naik
darah. Semua siswa yang ada di ruangan menjadi sangat terdiam dan suasana
menjadi sunyi. Mereka hanya menunduk tidak ada yang berani memandang satu sama
lain. Gerardo pun akhirnya mengakui perbuatannya. “Dan sebagai hukuman atas perbuatanmu tadi.
Gerardo Arya Atmaja, mulai besok saya beri hukuman skorsing selama 2 minggu dan
ada beberapa tugas yang akan saya berikan selama kamu menjalani hukuman. karena
tadi kamu juga telah menyangkal tidak mengakui kesalahanmu. Dan satu lagi ini
surat panggilan buat orang tuamu.” Jelas pastor Stefan yang bersikap tegas pada
Gerardo. Mendengar keputusan pastor Stefan, Gerardo pun merasa terkejut.
Gerardo yang semula merasa senang melihat Alfius dihukum. Kini ia sendiri
yang harus menjani hukuman itu. “Dan kamu Alfius kamu tidak jadi dihukum
skorsing. Tapi karena tadi kamu ikut terpancing emosi dengan Gerardo, maka saya
tetap akan menghukum kamu walau tidak menjalani skorsing. Dan hukuman kamu
adalah membantu pekerjaan para biarawan setelah pulang sekolah selama 2 minggu.”
Jelas pastor Stefan yang berusaha bijaksana. Pastor Stefan pun akhirnya
menyuruh Gerardo bersalaman meminta maaf dan berdamai dengan Alfius. “anak-anak
yang lain silahkan kalian boleh keluar. Dan kamu Gerardo tetap di ruangan saya
sampai orang tuamu datang, saya ingin bicara dengan mereka.” Anak-anak yang
lain satu per satu mereka keluar meninggalkan ruang kepala sekolah. Alfius pun
merasa bersyukur karena ia tidak jadi di skorsing, walaupun begitu ia tetap
harus menjalani hukuman dari kepala sekolah. Alfius pun segera mencari pastor
Michael dan ingin segera menceritakan kalau dia tidak jadi menjalani skorsing.
Saat bertemu dengan pastor Michael, Alfius langsung memeluk pastor Michael dengan
senang. “papa, puji Tuhan Alfius ga jadi dihukum skorsing sama kepala sekolah.
Justru sebaliknya Gerardo, dia diskorsing selama 2 minggu. Walaupan begitu Alfius tetap dapat
hukuman dari kepala sekolah karena ikut terpancing pada Gerardo. Tapi
hukumannya ga berat koq pa. Alfius cuma disuruh bantu pekerjaan para biarawan
selepas pulang sekolah. ” Jelas Alfius yang
terlihat sangat senang. “Puji Tuhan Anakku, kau tidak jadi dihukum
skorsing papa senang mendengarnya, walaupun kamu tetap dihukum. Tapi lakukanlah
hukuman itu dengan senang. Dan jangan anggap itu sebagai beban, karena hal itu
bisa memberatkanmu untuk menjalaninya. Tapi
yang terpenting kamu jangan lupa bersyukur pada Tuhan. Karena Dia telah
menunjukkan keadilan padamu.” pesan pastor Michael. Alfius pun mengangguk mengerti.
Dan ia pun berjalan pergi menuju kapel. Sampai di kapel Alfius pun langsung
menuju bangku paling depan. Alfius pun sampil memandang patung Yesus bersama
Bunda Maria pelan-pelan ia berusaha menutup matanya. Alfius pun dalam hatinya
mengucap syukur atas apa yang terjadi pada dirinya. Terlebih Tuhan telah memberinya
pelajaran yang sangat berharga. Sejak kejadian perkelahian itu Alfius selalu
berusaha menjaga sikapnya agar tidak jatuh dalam kesalahan yang sama.
Waktu
terus berjalan Alfius kecil kini telah tumbuh menjadi remaja yang tangguh dan
bertanggung jawab. Kepribadiannya semakin berkembang menjadi pribadi yang
dewasa, tekun, dan suka bekerja keras. Dan yang tak kalah penting kemampuan
‘intelektualnya yang menghasilkan banyak prestasi. Hal ini membuat Alfius
disenangi oleh teman-temannya sekaligus para biarawan di asrama. Walaupun
begitu Alfius tetaplah Alfius, ia tetap bersikap rendah hati apabila orang lain
memuji prestasinya. Karena ia sadar kalau keberhasilan yang ia dapat bukan
semata-mata karena kerja kerasnya sendiri, tapi yang terpenting Tuhanlah yang
juga turut campur tangan dalam semua itu.
Saat
akhir pendidikannya di SMA, Alfius mendapat email dari ayahnya untuk
melanjutkan studi di bidang ekonomi di suatu universitas swasta terkenal di
Amerika. Ayahnya ingin kelak Alfius yang akan meneruskan perusahaan dagang
milik ayahnya. Namun Alfius dalam hati merasa berat untuk menerima tawaran
ayahnya. Alfius tetap berencana kelak sehabis ia lulus SMA, ia ingin masuk biara. Alfius akhirnya
membalas email dari ayahnya dan dengan berat hati ia pun menjelaskan maksud dan
keinginannya.
Papi dan mami yang tercinta
Salam rinduku untuk papi dan mami di
sana.. setiap orang tua pasti selalu
berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tapi walaupun begitu apa yang
diberikan oleh orang tua belum tentu membuat anaknya bahagia menurut sang anak.
Karena menurut sang anak tidaklah sesuai
dengan keinginan hatinya. Namun apabila tetap dipaksakan tentu akan membebani
pikiran sang anak. Meskipun orang tua tetap bersikeras kalau apa yang mereka
berikan baik untuk anaknya. Walaupun mungkin pilihan si anak belum tentu
mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Alfius, Alfius
bersyukur dan berterima kasih pada papi dan mami yang selalu memberikan yang
terbaik untuk Alfius. termasuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi Alfius. walaupun begitu
untuk kali ini Alfius tidak bisa
menerima tawaran kalian untuk melanjutkan study di Amerika sesuai keinginan
papi dan mami. Karena Alfius mempunyai keinginan dan tekad yang kuat untuk
menjadi biarawan. Alfius tahu mungkin papi dan mami akan sulit menerima pilihan
ini. Memang secara materi dan hal-hal dunia menjadi biarawan mungkin dianggap
serba berkekurangan dan biasa hidup pas-passan. Walaupun begitu hati mereka
sangat kaya dengan sikap rendah hati dan semangat melayani, serta sikap yang berpasrah
pada Yesus. Itulah yang menginpirasi Alfius untuk bisa menjadi seperti mereka.
Dan sebetulnya keinginan Alfius ini sudah tumbuh sejak Alfius dididik oleh para
biarawan asrama sampai dengan sekarang ini.
Iya selama 12 tahun ini. Tanpa mengurangi rasa hormat, Alfius minta maaf apabila tidak bisa menerima
tawaran papi dan mami. Alfius berharap mami dan papi bisa mengerti dan menerima
keinginan Alfius ini.
Love
Alfius Sanjaya
Saat
menerima surat balasan dari Alfius, kedua orang tuanya terkejut dan tidak bisa
menerima apa yang menjadi keinginan Alfius. ayah Alfius ingin tahu apa yang
menjadi alasan kuat Alfius memilih hal itu. Dengan segera Ayah Alfius menyuruh
seorang sopirnya untuk menjemput paksa Alfius.
Tiba
di depan gerbang asrama sopirnya disambut oleh seorang biarawan yang bertugas
menerima tamu. Dengan menjelaskan maksud kedatangan, akhirnya biarawan itu
mengijinkan untuk menjemput Alfius. biarawan itu menyuruh seorang teman Alfius
untuk menyampaikannya pada Alfius. saat itu Alfius sedang bermain sepak bola
dengan beberapa temannya. Datanglah Richard yang merupakan salah satu teman
sekelasnya dan datang menghampiri. “ Alfius, kamu dipanggil sama bruder
Dominic, katanya kamu disuruh ke ruang tamu. Ada orang yang mencari kamu. “
kata Richard. “memangnya siapa ya?” tanya Alfius yang penasaran. “kalau soal
itu aku kurang tahu. Oh iya, sudah dulu aku masih ada urusan” Jawab Richard
yang segera pergi. “ok dech. Makasih iya Richard…” Alfius pun segera menuju ke
ruang tamu menemui bruder Dominic. Saat Alfius sampai di depan ruang tamu, ia
melihat bruder Dominic sedang mengobrol dengan seseorang yang bagi Alfius
tidaklah asing. Iya ternyata benar, bruder Dominic sedang mengobrol dengan pak
Bagus, yang tak lain adalah sopir pribadi ayah Alfius. Alfius pun mengetuk
pintu ruang tamu dan berkata, “ permisi bruder Dominic,apa benar tadi bruder memanggil saya kemari?” tanya
Alfius. saat itu juga bruder Dominic dan pak Bagus pun menghentikan pembicaraan
mereka. Bruder Dominic pun menoleh ke arah Alfius dan berkata, “iya Alfius tadi
saya menyuruh Richard untuk memanggil kamu kemari. Jadi begini ini pak Bagus
datang kemari karena permintaan ayahmu untuk menjemput kamu pulang sementara
waktu.Dan saya pun sudah mengijinkan kamu untuk pulang.”jelas bruder Dominic.
Alfius pun merasa tidak mengerti pada penjelasan bruder Dominic yang mengijinkan
dia pulang secara mendadak dan tanpa alasan yang jelas. “tunggu sebentar,
Alfius masih belum ngerti kenapa tiba-tiba pak Bagus datang kemari secara
mendadak begini dan tanpa alasan yang jelas? Dan kenapa papi nggak ngasih tahu
aku dulu?” Tanya Alfius yang juga merasa agak kesal karena harus dijemput
paksa. “iya sudah Alfius, sekarang kamu siapkan dulu barang-barangmu. Lalu
kalau sudah kamu boleh pulang.”kata bruder Dominic. Alfius pun dengan berat
hati berjalan menuju kamarnya. Sepanjang Alfius berjalan menuju kamarnya, ia
dalam hati masih bertanya-tanya mengapa ia harus dijemput paksa. Alfius pun
akhirnya selesai membereskan barang-barangnya. Saat Alfius keluar dari kamarnya
dengan membawa tas berisi pakaian, tidak jauh dari situ Pastor Michael yang sedang
berbicara dengan salah satu rekannya, tak sengaja melihat Alfius yang keluar
dengan membawa tas. Lalu datang dan menghampiri Alfius, “Anakku, kamu mau
kemana? Mengapa kamu keluar kamar dengan membawa tas mu? Dan mengapa wajahmu
tampak sedih dan tidak bersemangat begitu?”
Tanya pastor Michael yang penasaran dengan sikap Alfius. Alfius tetap
berjalan menuju ruang tamu tanpa menghiraukan pertanyaan pastor Michael. Dari
kejauhan pastor Michael memperhatikan Alfius yang berada di ruang tamu dan
berpamitan pergi dengan bruder Dominic.
Alfius pun akhirnya tiba di rumah. Alfius
yang merasa agak kesal langsung berjalan menuju kamarnya tanpa mengucapkan
salam terlebih dulu. Tanpa ia ketahui ternyata kedua orang tuanya sedang berada
di ruang tengah. " oh, jadi ini yang selama ini dajarkan para biarawan
disana! Sampai di rumah datang, lalu masuk kamar tanpa mengucapkan salam
terlebih dahulu! Dasar anak kurang ajar! Gak tahu sopan santun!” amarah ayah
Alfius mulai memuncak. Alfius pun akhirnya menghentikan langkahnya saat
mendengar ayahnya. “Maaf pi,Alfius nggak
tahu kalau di rumah ada papi sama mami.” Jawab Alfius dengan nada yang datar.
“Alfius, kamu tahu kenapa Papi sama Mami ada di rumah?? “Tanya ayah Alfius yang
kesal dengan kelakuan anaknya. “papi
sama mami pulang karena ingin minta kejelasan tentang balasan email yang kamu
kirimkan kemarin.” Jelas ibu Alfius yang berusaha menenangkan keadaan. “ “Maksud kamu apa Alfius? kenapa kamu menolak
tawaran untuk kuliah di Amerika? Kamu
tahu selama ini papi sama mami kerja siang malam cari uang supaya kamu bisa
kuliah di Amerika! Kamu harus tahu dan
pikirkan itu Alfius, karena kamu adalah satu-satunya penerus dari perusahaan
milik keluarga kita! “ jelas Ayah Alfius dengan nada tinggi. Alfius hanya tertunduk diam. “Tapi apa jawabanmu kemarin? Kami tidak menyangka kalau kamu mengecewakan
kami dan menolak untuk study di Amerika dan memilih menjadi biarawan! Kata Ayah
Alfius dengan nada tinggi lagi. “Kamu tahu Alfius, jadi biarawan itu hidupnya
miskin, dan mereka lebih suka melakukan pekerjaan yang dianggap rendah. Mereka
saja mau makan sehari-hari susah.” Jelas Ayah Alfius dengan nada sedikit merendahkan.
Mendengarkan kata-kata ayahnya yang sedikit merendahkan para biarawan, Alfius
merasa sakit hati dan kecewa. “Mungkin
benar kata papi menjadi biarawan itu secara materi mereka selalu hidup miskin dan
serba kekurangan, tapi satu hal yang harus papi tahu menjadi biarawan
sebenarnya hidup mereka kaya. Iya batin mereka kaya akan sikap melayani, cinta
kasih. Dan satu hal yang harus papi dan mami tahu, selama ini para biarawan di
asrama selalu memperhatikan Alfius, dan mereka semua sayang sama Alfius. Alfius
merasa bahagia hidup bersama mereka, walaupun secara duniawi hidup mereka
miskin. Dan satu hal yang perlu papi tahu, tidak selamanya kebahagiaan itu bisa
dibeli dengan uang.“Jelas Alfius yang berusaha meyakinkan kedua orang tuanya. Mendengar
jawaban Alfius, kemarahan ayahnya semakin memuncak. “ Dasar anak kurang ajar! Sekarang kamu sudah pintar
menceramahi papi!” kemarahan ayah Alfius tidak bisa terkendali. Ibu Alfius
berusaha menenangkan kemarahan suaminya. “Ok,
kalau kamu tidak mau menuruti keinginan kami, mulai besok Papi tidak
akan menganggap kamu sebagai anak! Dan jangan harap kamu akan mendapat warisan
di keluarga ini, walaupun kamu anak tunggal di sini! Dan sekarang kamu yang
harus memilih, melanjutkan kuliah di Amerika atau kamu ingin tetap menjadi
biarawan yang miskin! ” kata ayah Alfius yang sangat marah. “Maaf pa, ma,
Alfius tidak bisa terima tawaran papi dan mami.
Alfius tetap memilih menjadi biarawan.” Jawab Alfius dengan tegas dan
mantap. Plaaakk, akhirnya ayah Alfius menampar pipi anak semata wayangnya itu.
“Dasar anak kurang ajar! Kamu itu diberikan yang terbaik sama orang, tapi kamu
malah memilih jalan lain, yang jelas-jelas kedepannya kamu akan hidup miskin
dan susah.” Alfius pun lalu bergegas ke kamarnya. Sedangkan maminya berusaha
menenangkan amarah suaminya. Di dalam kamar Alfius hanya berdiam diri. Dia
sangat tidak menyangka kalau orang tuanya akan sangat menentang keiginannya.
Untuk mengurangi kegelisahan batinnya, ia memutuskan berdoa di depan salib.
Tuhan Yesus Yang Maha Kasih, Aku
bersyukur untuk pelajaran yang Kau berikan saat ini. Walau aku merasa hal ini
sangat berat bagiku Tuhan. Tuhan, bantulah aku, lembutkanlah hati kedua orang
tuaku supaya mereka mengijinkan aku untuk mengikuti dan melayani Engkau dengan
total. Tuhan, aku percaya kuasaMu tak terbatas, dan Engkau pasti selalu punya
cara untuk menolongku. Amin.
Tanpa
ia sadari ibunya masuk ke kamar dan mendengar doanya itu. Alfius yang selesai
berdoa menjadi salah tingkah saat melihat ibunya masuk ke kamarnya. “mami?”
Tanya Alfius yang merasa salah tingkah saat melihat ibunya masuk. “Alfius
anakku, mami barusan mendengar isi doamu. Mami bisa mengerti perasaanmu kalau
kamu berkeinginan keras untuk menjadi biarawan. Tapi mungkin bisa memberikan
pertimbangan buat kamu. Allfius, kamu
selama ini di sekolah selalu menjadi juara kelas. Jadi tidak salah kalau papi
mu sengaja mendaftarkanmu di Universitas terkenal di Amerika. Kamu pun juga
mendapatkan beasiswa selama berada di sana. Dan kelak kalau kamu lulus, kamu
lah yang akan meneruskan perusahaan milik keluarga kita.” Jelas mami Alfius.
“Maaf mam, Alfius tidak bisa terima tawaran itu. Alfius tetap memilih masuk
biara dan menjadi biarawan.” Jawab Alfius yang langsung membaringkan tubuhnya.
“oke kalau kamu memang menolak tawaran itu. Tapi yang jelas tiket pesawat untuk
berangkat ke sana sudah dan semua kebutuhanmu di sana sudah tersedia. Jadi
sekali lagi tolong pikirkan lagi keputusanmu menjadi biarawan!” jelas mami
Alfius yang lalu keluar dari kamarnya. Alfius merasa galau karena kedua orang
tuanya tidak menginjinkan dia menjadi biarawan. Ia mengambil handphone lalu ia
memutuskan menceritakan semua yang terjadi pada pastor Michael melalui pesan
singkat.
Malam pa, maafkan Alfius karena tadi siang buru-buru
pergi dari asrama tanpa Alfius cerita dulu sama papa. Pa, entah kenapa Alfius malam
ini tidak bisa tidur, mungkin Alfius masih teringat dengan paksaan Papi Alfius.
Iya tadi siang Alfius terpaksa pulang karena Papi marah ketika membaca balasan
email Alfius kemarin.Karena kemarin balasan email Alfius menolak tawaran papi
untuk lanjutkan kuliah di Amerika, dengan alasan Alfius ingin menjadi biarawan.
Bahkan mami juga turut membujuk Alfius supaya menuruti keinginan papi, tapi Alfius
tetap tidak bisa. Bagi Alfius ini semua adalah tantangan dari sebuah panggilan.
Walaupun ada banyak orang yang berusaha membujuk Alfius untuk terima tawaran
papi, tapi Alfius tetap bertahan pada keinginan Alfius menjadi biarawan. Pa,
Alfius minta doanya supaya Tuhan bisa meluluhkan hati kedua orang tua Alfius.
Salam. Gbu
Beberapa
menit kemudian Alfius mendapatkan sms balasan dari pastor Michael.
“Malam anakku, papa mengerti apa yang
saat ini kamu rasakan. Anakku, mungkin saran kecil dari papa, tolong
pertimbangkan lagi keinginanmu untuk menjadi biarawan dan keinginan papi mu
untuk study di Amerika. Dan jangan terburu-buru mengambil keputusan.
Karena dulu rekan papa juga ada yang
memiliki pengalaman yang serupa denganmu. Tapi toh juga akhirnya ia gagal
menjadi biarawan karena tidak mendapat restu dari orang tuanya. Sekali lagi
pesan papa pertimbangkan lagi nak keputusanmu. Dan tetaplah berdoa, karena
tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Papa di sini selalu mendoakanmu sebelum
kamu memintanya, anakku. Salam. Tuhan Memberkatimu.” Balas pastor Michael
Semalaman
Alfius pun tidak bisa tidur, karena ia masih terngiang-ngiang dengan perkataan
papinya. Dalam pikiran Alfius muncul sebuah pikiran, ia ingin kabur dari rumah
dan kembali ke asrama. Alfius pun keluar dari kamar untuk memastikan keadaan
aman. Alfius pun keluar sambil melihat keadaan sekitar rumah untuk memastikan
semua orang di rumah sudah tertidur. Saat keadaan aman Alfius keluar dengan
membawa tas dan kopornya. Saat itu juga tanpa ia sadari ternyata bi Inah keluar
dari kamarnya dan munuju ke dapur. Dan akhirnya memergoki Alfius sambil menepuk
pundaknya, “ den Alfius mau kemana malam-malam begini sambil membawa kopor?”
Alfius pun terkejut pada bi Inah, “ssstttt, bi, Alfius mau kembali ke asrama
lagi.” Jelas Alfius dengan nada pelan. “Tapi den, malam-malam begini? Tapi
den?” Tanya bi inah yang merasa takut “Alfius
minta tolong jangan kasih tahu mami dan papi. Iya`sudah bi, Alfius buru-buru.
Taksinya sudah nunggu di depan.” Jawab Alfius dengan tergesa-gesa. Bi Inah akhirnya membantu Alfius membuka
pintu rumah. “Ati-ati ya den.” Kata Bi Inah.
Sepenjang
perjalanan di dalam taksi Alfius hanya diam dan merenungkan tindakan yang telah
dilakukannya. “Ma, Pa, maafkan aku. Alfius terpaksa kabur dari rumah. Alfius
terpaksa melakukan ini.” Kata Alfius dalam hati, dan ia juga meneteskan air
mata. Setengah jam kemudian Alfius tiba di gerbang asrama. Waktu menunjukkan
pukul 1 malam. Suasana malam itu terasa sangat sepi, yang terdengar hanyalah
suara anjing-anjing penjaga asrama. Alfius memutuskan untuk tetap menunggu di
depan gerbang asrama, hingga datangnya pagi. Udara dingin malam itu membuat
Alfius tertidur tanpa selimut yang hangat.
Esok
harinya kepala Alfius merasa sangat pusing, dan ia merasa sudah berada di suatu
ruangan yang kental dengan bau obat-obatan. Dan dengan pengelihatan yang
terlihat kabur dan kepala yang sangat pusing, dia melihat ada seseorang yang
duduk di samping tempat tidurnya. “ ini dimana?” Tanya Alfius yang dengan
memegang kepalanya yang merasa sangat pusing. “Alfius anakku, kamu di rumah
sakit. Tadi pagi kamu ditemukan pingsan dan suhu tubuhmu demam, maka dari itu
kami membawa kamu ke rumah sakit.” Kata pastor Michael sambil membelai kepala
Alfius. “sekarang kamu istirahat saja, nak.” Kata pastor Michael dan membantu Alfius
untuk membaringkan tubuhnya. Baru sebentar Alfius berusaha memenjamkan matanya,
terdengar suara ribut dari luar kamarnya. Dan saat itu juga suara memecah
keheningan suasana sepi di rumah sakit. tanpa disadari kedua orang tua Alfius
akhirnya mengetahui Alfius masuk rumah sakit. dan dengan ekspresi yang sangat
marah ayah Alfius masuk ke kamar itu, dan memaksa Alfius untuk pulang.”Alfius,
kamu ini apa-apaan? Semalaman kamu sengaja melarikan diri dari rumah? Maksud
kamu apa? Apa menurut kamu semua
fasilitas di rumah kurang lengkap? Sehingga kamu memilih tinggal di asrama yang
sangat sederhana, sumpek, kecil, tidak ber-AC? Atau jangan-jangan kamu kena
pengaruh orang berjubah ini..”kata ayah Alfius yang sedikit merendahkan, sambil
melirik dengan sinis ke arah pastor Michael. Pastor Michael pun berusaha
menenangkan keadaan, “maaf pak Alvin, bukannya saya mau ikut campur urusan
bapak dengan Alfius. Tapi saat ini Alfius sedang butuh lebih banyak istirahat.”
Jelas pastor Michael. Melihat ayahnya
yang cenderung menyalahkan pastor Michael, Alfius pun akhirnya berusaha
menghentikan. “papi, Alfius mohon jangan menyalahkan pastor Michael. Pastor
Michael tidak salah. Ini semua karena salah
Alfius. Alfius sengaja kabur dari rumah semalam. Sampai akhirnya Alfius
terpaksa menunggu dan tidur di luar gerbang. Hingga akhirnya Alfius sakit dan
dirawat rumah sakit. jadi, tolong papi jangan menyalahkan pastor Michael.” Kata
Alfius yang menangis meminta maaf dan turun dari tempat tidurnya sambil memohon
pada ayahnya. Melihat Alfius
tersungkur di bawah kakinya. Ayahnya pun meninggalkan anaknya itu lalu keluar.
Ibu Alfius mencoba menyusul suaminya keluar. Melihat kejadian itu pastor
Michael pun berusaha untuk menenangkan pikiran Alfius. “sudahlah anakku,
sebaiknya kamu istirahat saja. Kamu harus lebih banyak istirahat.” Pinta pastor
Michael. “ Tapi pastor Alfius ingin minta maaf sama papi dan menjelaskan
semuanya kalau ini semua ulah Alfius.
Alfius nggak mau kalau papi terus menerus menyalahkan pastor.” Kata Alfius
dengan sedih. “ sudahlah anakku, kamu ini lelah harus lebih banyak istirahat.”
Kata pastor Michael yang berusaha mengalihkan pikiran Alfius sambil membantu
Alfius kembali ke tempat tidurnya. Alfius pun perlahan-lahan akhirnya tertidur.
Dan di luar sana Ayah Alfius merasa
bersalah sudah bersikap sangat keras
pada anak semata wayangnya itu. Padahal selama ini ia dan istrinya jarang
berada di rumah untuk memberikan perhatian dan kasih sayang pada Alfius. “Ma,
ini semua salah papi selama ini papi sibuk dengan urusan bisnis sampai-sampai
papi lupa memberikan kasih sayang pada Alfius. Ma, maafin papi ya. Mulai sekarang
papi janji akan tolak ketemu client pada akhir pekan ataupun hari libur. Jadi
kita sekeluarga bisa ngumpul di rumah. ” Kata papi Alfius yang merasa menyesal.
“pa, mami juga begitu. Mami lebih sibuk dengan urusan bisnis mami sendiri,
sampai-sampai lupa tanggung jawab mami sebagai seorang ibu. Mulai sekarang mami
janji akan menutup salon pada akhir pekan. Karena ternyata keluarga kita jauh
lebih penting daripada uang yang selama ini kita cari.” Kata mami Alfius sambil
menggenggam tangan suaminya.
Di dalam kamar Alfius sedang tertidur sambil
ditemani pastor Michael yang duduk di sampan tempat tidurnya. Sambil memandang
wajah Alfius dan menggenggam tangannya pastor Michael pun mendoakan anak itu, “
Tuhan yang maha kasih, terima kasih karena Engkau sampai saat ini masih
mempercayakan anak ini untuk aku didik menjadi pribadi yang mandiri, tangguh,
dan tanggung jawab. Bahkan sampai menjelang akhir pendidikannya di sekolah ini.
Tuhan, kuatkanlah dan hiburlah dia terutama dalam menghadapi saat-saat sulitnya
seperti sekarang ini. Persatukanlah kembali keluarganya, agar mereka bisa
bersatu dan bisa meneladan keluarga kudus Nazaret. Amin.” Setelah itu pastor Michael meninggalkan Alfius
yang sedang tertidur. Saat keluar dari kamar pastor Michael melihat orang tua
Alfius yang menunggu di luar. “pak, bu silahkan masuk, tapi Alfiusnya sedang
istirahat.” Kata pastor Michael. “maaf pastor, saya dan istri mau bisa
bicara dengan pastor bisa?” Tanya pak
Alvin. “ bisa pak, bu dengan senang hati, tapi jangan di sini Alfius butuh
banyak istirahat.” “kalau begitu kita bicara di kantin rumah sakit saja.” Kata
ibu Alfius.
Setelah
memesan makanan dan minuman, mereka pun sampai pada maksud pembicaraan mereka. “Sebelumnya saya minta maaf pastor atas sikap
saya tadi yang cenderung sangat emosional pada Alfius. Dan juga karena
kelancangan saya yang cenderung menyalahkan pastor. Padahal saya baru sadar
kalau pastor sudah sangat berperan besar pada perkembangan Alfius selama ini.
Saya dan istri merasa sangat menyesal karena sudah menelantarkan Alfius dan
terlalu sibuk dengan urusan bisnis kami. Saya juga merasa bersalah karena sudah
terlalu memaksakan Alfius untuk menuruti kemauan kami untuk melanjutkan study
di Amerika. Dan kami berdua sapakat untuk kalau kami akan mendukung keinginan
Alfius untuk masuk biara mengikuti jejak pastor. Saya dan istri mengucapkan
banyak terima kasih karena pastor sudah
bersedia mendidik dan membesarkan Alfius. Tapi saya takut kalau Alfius tidak
mau memaafkan kami.” Kata Ayah Alfius.
Pastor Michael merasa sangat senang dan bersyukur sekali mendengar hal
itu. “pak, bu, tentang kejadian pagi tidak usah terlalu dipermasalahkan. Saya merasa sangat bersyukur dan senang
mendengar pernyataan bapak tadi. Tenang saja pak, bu, nanti saya akan coba
bantu bicara pelan-pelan dengan Alfius. Saya
yakin Alfius pasti mau memaafkan bapak dan ibu, karena Alfius itu
anaknya tulus. Dan saya percaya Alfius pasti akan senang mendengar hal ini.
Apalagi kalau bapak dan ibu sudah mengijinkan dia untuk masuk biara.” Kata
Pastor Michael.
Saat mereka bertiga kembali ke kamar Alfius,
mereka mendapati Alfius masih tertidur, mungkin karena efek obat yang
diminumnya. 2 jam kemudian Alfius pun terbangun. Pastor Michael yang juga
tertidur di samping Alfius akhirnya ikut terbangun. “ gimana keadaanmu sekarang
anakku? Kepalamu masih terasa pusing? Papa panggil dokter ya? “ Tanya pastor
Michael sambil memastikan keadaan Alfius. “nggak kok pa, Alfius sudah merasa
mendingan kok” kata Afius yang bicaranya masih terbata-bata. Saat itu orang tua
Alfius yang tertidur di sofa akhirnya terbangun ketika mengetahui itu. “Alfius
anakku, papa mau bicara sesuatu denganmu. Anakku, tadi kedua orang tuamu sudah
bicara sama papa. Mereka minta maaf karena tadi sudah membuat keributan kecil.
Dan mereka juga minta maaf karena selama ini sudah terlalu sibuk dengan urusan
bisnis, sampai-sampai mereka lupa memberikan kasih sayang dan perhatian buat
kamu. Jadi maukah kamu memafkan kedua orang tuamu anakku?” jelas pastor
Michael. Saat Pastor Michael berkata demikian Alfius melihat kedua orang tuanya
berdiri agak jauh di belakang pastor Michael. Tanpa berpikir panjang Alfius pun
mengangguk. “Alfius dengan senang hati mau memaafkan mami sama papi.” Kata
Alfius sambil tersenyum. Mendengar perkataan Alfius, ibu Alfius terharu
meneteskan air mata. Mereka berdua akhirnya memeluk Alfius dengan penuh kasih
sayang. “ Anakku, maafkan papi dan mami karena sudah terlalu sibuk dengan
urusan bisnis kami sampai-sampai melalaikan tugas kami sebagai orang tua.” Kata
papa Alfius sambil mencium kening anak semata wayangnya itu. “ Anakku, ada satu lagi kabar menggembirakan buat kamu.”
Kata Pastor Michael. “ Kabar apa pa?”
Tanya Alfius yang sudah tidak sabar. “ Alfius, papi dan mami sudah membatalkan
rencana study mu di Amereka. Dan papi dan mami berjanji akan mendukung penuh
keinginanmu masuk biara, mengikuti jejak pastor Michael.” Jelas papi Alfius.
“papi dan mami serius?” Tanya Alfius yang merasa tidak menyangka. “iya anakku.
Kami akan mendukungmu untuk masuk biara.” Jelas Ayah Alfius sekali lagi.
Mendengar itu Alfius dalam hati merasa senang dan bersyukur pada Tuhan. Melihat
keluarga Alfius bersatu rukun kembali, pastor Michael juga merasa senang dan
bersyukur. Melihat keluarga Alfius bersatu kembali pastor Michael pun tersenyum
bahagia. “Terima kasih Tuhan Engkau sudah mempersatukan kembali keluarga ini.
Dan mereka juga sudah mengijinkan anak semata wayang mereka untuk mengikuti
Engkau secara total.” Kata Pastor Michael dalam hati.
Test
BalasHapusEhmm kenapa Rm??
BalasHapus